Page 37 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 DESEMBER 2020
P. 37
Hal tersebut dikemukakan oleh Staf Ahli Menaker Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Manusia
(ESDM), Aris Wahyudi, saat membuka Workshop “Penguatan Tata Kelola Penempatan Pekerja
Migran Indonesia (PMI) melalui Optimalisasi Peran Pejabat Fungsional Pengantar Kerja, Pejabat
Struktural Bidang Penempatan dan Petugas Desmigratif” di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, Senin
(7/12/2020).
"Saat ini, kita memiliki regulasi yang baik dalam penempatan dan pelindungan PMI, yaitu UU
Nomor 18 Tahun 2017. UU ini tentu harus didukung dengan program dan upaya yang baik, agar
UU ini dapat diimplementasikan dengan baik," kata Aris di Yogyakarta, Senin (7/12/2020).
Aris menyebut, UU Nomor 18 Tahun 2017 sebagai regulasi yang baik karena UU ini memiliki cita-
cita agar PMI beserta keluarganya benar-benar dapat terlindungi, baik pada masa sebelum
bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja.
Sedangkan dari sisi program dan kebijakan, Aris menyebut bahwa dalam beberapa tahun
terakhir, Kemnaker telah membuat sejumlah upaya perbaikan tata kelola penempatan dan
pelindungan PMI.
Di antaranya adalah program kerja sama luar negeri; Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA); Desa
Migran Produktif (Desmigratif); dan pembentukan Satgas Pencegahan PMI Nonprosedural.
"Pelindungan PMI itu dari hulu sampai hilir, dari kampung halaman hingga pulang kembali ke
kampung halaman. Untuk itu, program dan kebijakan ini harus bisa melibatkan semua
stakeholder," jelasnya.
Sementara Direktur Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Eva Trisiana,
mengatakan, Kemnaker telah melakukan evaluasi internal dan masih menunggu hasil evaluasi
terhadap salah satu programnya, yaitu program Desmigratif. Evaluasi tersebut tentang
perbandingan desa yang ada intervensi Desmigratif maupun desa tanpa intervensi Desmigratif
terkait tata kelola penempatan dan perlindungan PMI.
Meski belum komprehensif, dari evaluasi awal, terlihat dua pilar Desmigratif cukup dilakukan
secara baik, yakni pilar layanan imigrasi dan usaha produktif. "Untuk community parenting dan
koperasi ini perlu peningkatan karena di beberapa tempat ada yang belum tersentuh pliar
tersebut," ujarnya.
Eva mengungkapkan, sebagai upaya perlindungan pekerja migran dan keluarganya, Kemnaker
telah membangun Desmigratif sejak tahun 2016 hingga tahun 2019, sebanyak 402 Desmigratif
telah terbangun. Namun mengingat adanya pelaksanaan evaluasi sepanjang tahun 2020, maka
untuk tahun ini belum ada lagi penambahan desa.
"Jangan sampai Desmigratif yang sudah diluncurkan sejak 2016, ada hal-hal yang perlu
diperbaiki tapi didiamkan. Kita evaluasi dulu, baru ke depan lakukan lagi dengan langkah-langkah
perbaikan merujuk pada hasil hasil evaluasi tersebut," kata Eva.
Dalam kesempatan sama, Kadisnaker DIY, Aria Nugrahadi, mengatakan bahwa meskipun DIY
bukan termasuk “kantong PMI”, namun minat masyarakat untuk bekerja ke luar negeri cukup
tinggi. Sesuai himbauan Gubernur DIY, pihaknya tidak memberangkatkan PMI di sektor informal
dan hanya memberangkatkan PMI di sektor formal.
“Himbauan ini bukan tanpa alasan, namun untuk melindungi warga DIY yang bekerja di luar
negeri. Sebab kasus PMI bermasalah paling banyak terjadi pada sektor informal, “ ujarnya seraya
menyebut selama pandemi Covid-19, sebanyak 395 PMI asal DIY sudah dipulangkan.
36