Page 38 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 19 JANUARI 2021
P. 38

PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN BERMASALAH

              Program jaminan sosial ketenagakerjaan saat ini masih belum optimal. Hal itu terjadi karena
              Badan Penyelenggara Jaminan sosial (BPJS) Ketenagakerjaan kerap menemukan masalah dalam
              pelaksanaannya.

              "Penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan oleh BPJS Ketenagakerjaan terus
              mengalami perkembangan. Namun, terdapat sejumlah kendala yang harus diselesaikan," kata
              Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di
              Jakarta, Senin (18/1).

              Menaker  menyebut  masalah  pertama  adalah  terkait  cakupan  kepesertaan  jaminan  sosial.
              Pemerintah  bersama  BPJS  Ketenagakerjaan  harus  dapat  memperluas  cakupan  kepesertaan
              semesta untuk semua segmen.

              "Hingga Desember 2020, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan tercatat sebanyak 50,72 juta
              atau berkurang dibandingkan dengan 2019 yang sebanyak 55,2 juta," jelasnya.

              Temuan Masalah

              Menaker  melanjutkan  masalah  kedua  dalam  jaminan  sosial  ketenagakerjaan  terkait  dengan
              penyelenggaraan  tiga  program  jaminan  sosial.  Pihaknya  menemukan  banyaknya  manfaat
              penyakit akibat kerja (PAK) dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang tidak terbayar
              karena bersentuhan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
              Pihaknya juga kerap menemukan penarikan lebih awal atas manfaat program Jaminan Hari Tua
              (JHT). Penarikan itu memang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Per-menaker)
              Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari
              Tua, tetapi implementasinya membuat kondisi proteksi para pekerja menjadi rentan.
              Sementara  itu,  kata  Menaker,  progam  Jaminan  Pensiun  (JP)  menghadapi  masalah  sangat
              kecilnya manfaat dan tidak adanya peta jalan untuk menaikkan iuran JP menuju 8 persen.

              Terdapat pula irisan hukum dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 1992 tentang dana pensiun
              yang membuat perusahaan pelaksana program dana pensiun beranggapan bahwa program JP
              tidak bersifat wajib.

              "Terkait pengembangan program harus mengembangkan sesuai amanat Undang-Un-dang Dasar
              1945 dan Konvensi International Labor Organiza-tion 102," ucapnya.

              ruf/N-3
























                                                           37
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43