Page 502 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 7 AGUSTUS 2020
P. 502
Selama 5 tahun terakhir, tingkat okupansi ritel terutama di Jakarta mengalami penurunan.
Menurut laporan Cushman and Wakefield's Research Publication 2020, pada 2016 sampai 2017
tingkat okupansi rata-rata 84% dan pada 2017 sampai Q1 - 2020 tingkat okupansi rata-rata
menurun menjadi 80%. Hal tersebut juga linear dengan penurunan harga sewa rata-rata. Pada
2016 harga sewa Rp 950 ribu (m2/bulan) dan mengalami penurunan harga sewa sekitar 5-8%
(yoy) dan pada Q1 - 2020 harga sewa rata-rata menjadi Rp.650 ribu (m2/bulan).
Sejak dimulainya pembatasan sosial berskala besar (PSBB), semua pusat ritel mempersingkat
waktu operasional atau menutup, kecuali hanya pengecer penting yang tetap buka. Selain itu
imbasnya beberapa progres konstruksi proyek ritel tidak pasti dengan pembangunan dihentikan.
Karena kondisi yang tidak menentu, penyewa ritel tengah berjuang dengan menjaga arus kas
untuk membayar sewa. Demikian juga sektor ritel seperti fesyen, hiburan, dan layanan penyajian
makanan (F&B) mengalami kondisi sulit akibat wabah, dan beberapa telah menutup toko
mereka baik sementara atau selamanya.
Pemilik pusat perbelanjaan dapat menawarkan kerja sama dengan penyewa melalui beberapa
kebijakan seperti penangguhan sewa sampai jangka waktu yang disepakati, memperpanjang
masa sewa dan pengurangan biaya sewa, service charge , dan lainnya.
Namun di sisi lain, beberapa sektor ritel mengalami peningkatan permintaan, seperti grosir,
kebutuhan rumah tangga, produk perawatan, sampai pada hiburan yang semuanya dilakukan
melalui digital ( online ). Tidak dipungkiri, aktivitas jual-beli melalui digital akan terus meningkat
bahkan menjadi main tools bagi pengusaha ritel untuk mempermudah kegiatan pemasaran dan
penjualan.
Keberadaan restoran bisa jadi tidak terlalu dibutuhkan ke depannya; kebiasaan dine in akan
berkurang, dan mungkin tidak sepenuhnya beroperasi untuk sementara waktu. Kondisi ini
menyebabkan konsumen lebih memilih makanan frozen atau siap masak yang dapat dikonsumsi
dengan murah, aman, dan efisien.
Selain itu, dengan kondisi kurva penyebaran Covid-19 yang belum melandai dan berlakunya
penerapan PSBB, beberapa industri merasa sangat khawatir seperti bisnis hiburan bioskop. Ke
depannya sektor industri hiburan seperti bioskop harus menyiapkan strategi karena akan
berkompetisi dengan perusahaan penyedia konten video streaming dengan jumlah belasan juta
pelanggan yang bertambah secara global saat wabah ini terjadi Beberapa Strategi Kondisi saat
ini memaksa bisnis ritel untuk segera beradaptasi, baik dari segi pasokan dan permintaan.
Sebagai salah satu stakeholder dalam bisnis ini, pemilik ritel harus membuat quick win program
agar bisnisnya dapat bertahan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh pemilik ritel antara
lain; pertama, mentransformasikan organisasi bisnis lebih ramping dan efisiensi biaya
operasional (terutama pada bisnis ritel yang semakin mudah dipasarkan melalui saluran online
).
Kedua, memitigasi risiko terhadap gangguan supply chain , dan juga memperluas pasokan
untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Bahkan pengusaha ritel dapat melalukan aksi
korporasi seperti merger dan akuisisi, bahkan divestasi. Hal tersebut dilakukan sebagai strategi
untuk meningkatkan kinerja selama masa sulit ini.
Pandemi Covid-19 tidak ada akhir yang jelas; ini adalah momen kritis bagi pengusaha ritel untuk
beradaptasi dan bertahan sehingga diharapkan bisnis dapat berkelanjutan. Selain itu, diperlukan
perencanaan yang cermat dan alternatif skenario baik dalam jangka pendek, menengah, atau
panjang.
Daniel Futuchata Falachi analis Bisnis di PT HK Realtindo (mmu/mmu) bisnis ritel dampak
pandemi pembatasan sosial.
501

