Page 213 - E-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 OKTOBER 2021
P. 213
BURUH DESAK PEMDA DIY NAIKKAN UPAH 2022 LEBIH SIGNIFIKAN
JOGJA - Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) meminta kepada pemerintah DIY untuk menaikkan upah
minimum (UM) tahun 2022 secara signifikan. Pertimbangan kenaikan upah ini mengacu pada
geliat perekonomian yang mulai tumbuh dan bergerak ke arah positif di masa pelonggaran PPKM
level 2 ini, sehingga dorongan untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi perlu dilakukan
dengan menaikkan UM para buruh.
Sekretaris Jenderal ABY, Kirnadi menyebut, masa pandemi bukan alasan bagi pengusaha untuk
tidak menaikkan UM tahun 2022. Musababnya, statistik mencatat bahwa perekonomian DIY pada
triwulan II-2021 lalu terhadap triwulan II-2020 tumbuh sebesar 11,81 persen (y-on-y). Kirnadi
menilai, kondisi ini sangat relevan untuk menaikkan UM 2022 agar daya beli buruh kembali
meningkat.
Menurut dia, adanya kenaikan upah tentunya bakal berdampak pada daya beli dan tingkat
konsumsi rumah tangga atau buruh. Dengan demikian, proses percepatan pemulihan ekonomi
di masa pandemi kian optimal seiring dengan pelonggaran berbagai sektor di masa PPKM.
"Kenaikan UM sangat membantu masyarakat dan pemerintah sendiri karena kenaikan upah akan
ada peningkatan konsumsi yang akhirnya ada pertumbuhan ekonomi," jelas dia.
Perlu diketahui, dengan diresmikannya Undang-undang Cipta Lapangan Kerja akhir Desember
lalu, mekanisme penetapan upah minimum akan sejalan dengan berlakunya UU Nomor 11/2020
tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Tolak Skema Upah Berdasarkan Ciptaker Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia (KSPSI) DIY, Irsyad Ade Irawan mengatakan, ada kemungkinan UM tahun 2022
mengalami kenaikan, namun yang menjadi pokok persoalan adalah apakah kenaikan tersebut
benar mengacu pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) buruh atau tidak. Di masa pandemi
tahun lalu UM juga mengalami kenaikan namun menurutnya nilai yang ditetapkan belum sesuai
dengan KHL.
"Itu yang jadi pertanyaan. Apakah kenaikan itu signifikan atau kenaikan itu mampu memenuhi
KLH, dan juga ditetapkan berdasarkan prinsip kolektif bergaining atau terdapat fungsi
keterlibatan serikat pekerja dalam skema perumusan secara demokratis dan berkeadilan?"
ujarnya.
"Jawabannya adalah tidak, karena naiknya itu sudah ditebak pasti menggunakan rumus yang
sama yakni diatur dalam UU 11/2020 dan PP turunannya, dan sebenarnya itu mirip-mirip saja
dengan PP 78/2015 yang mana tidak mengikutsertakan survei KHL menggunakan rumus, jadi
singkatnya kalau masih menggunakan pedoman dasar dari PP 78/2015 kami tetap menolak
karena tidak mengikutsertakan KHL," lanjut dia.
Irsyad pesimistis bahwa kenaikan UM tahun 2022 mendatang sesuai dengan KHL. Kenaikan
diperkirakannya hanya berkisar di rentang tujuh sampai delapan persen saja dan masih sangat
jauh dari KHL di DIY. Pada tahun lalu, pihaknya menghitung bahwa kenaikan UM di DIY mesti
diangka 40 persen jika ingin mencapai atau sesuai dengan KHL.
Pihaknya mendesak agar pemerintah tidak menggunakan acuan aturan dalam UU Nomor
11/2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang
Pengupahan dalam skema penetapan UM. "Kami tetap bersikap bahwa menolak penetapan UM
DIY 2022 berdasarkan UU Ciptaker dan PP 36/2021, kami juga menuntut kepada pemerintah
dalam menetapkan UM harus sesuai dan mencapai KHL DIY," kata Irsyad.
212