Page 276 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 11 NOVEMBER 2020
P. 276

Karenanya, ia mengaku tak heran bila Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan justru meningkat
              pada masa pandemi. Tercatat, DPK tumbuh 12 persen secara tahunan hingga akhir September
              2020.

              Pasalnya, orang-orang yang disasar, yaitu pekerja kelas menengah, sudah sadar akan kebutuhan
              berjaga-jaga, sehingga ketika punya pemasukan lebih justru akan dilarikan ke tabungan.

              "DPK naik tajam, dana hanya berputar di situ, dari rekening pemerintah, ke rekening pekerja di
              bank. Dana di bank kalau tinggi dan disalurkan ke kredit bagus, tapi ini kan tidak, jadi di situ-
              situ saja," katanya.

              Bukti lain, katanya, tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih minus 4,04
              pada kuartal III 2020. Memang, kontraksinya berkurang dari sebelumnya minus 5,52 persen
              pada kuartal II 2020.

              Artinya, ada peningkatan konsumsi masyarakat, tapi tidak signifikan. Efek domino ke ekonomi
              pun  tidak  maksimal,  ekonomi  masih  minus  3,49  persen  pada  kuartal  III  dan  tidak  bisa
              menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi.

              "Bansos atau subsidi yang tidak tepat, ya tidak dorong konsumsi dan juga ekonomi," imbuhnya.

              Dari kondisi ini, Tauhid mengingatkan pemerintah agar segera berbenah, meski dana yang sudah
              terlanjur  diberikan  rasanya  tidak  mungkin  ditarik  lagi.  Sebab,  dikhawatirkan  justru  memberi
              beban kepada keuangan masyarakat.
              Tapi, ini menjadi alarm untuk mereformasi seluruh basis data sebelum memberikan bansos dan
              subsidi.  Jangan  sampai  tidak  tepat  sasaran  lagi,  karena  masih  banyak  yang  jauh  lebih
              membutuhkan dan memberi dampak ke perekonomian.

              Khusus data di sektor ketenagakerjaan, ia menilai perlu dilakukan pendataan yang tidak hanya
              merupakan limpahan dari perusahaan, namun pekerja secara riil.

              "Jadi pekerja bisa update data mereka, ketahuan dinamika di lapangannya seperti apa, termasuk
              berapa tingkat upahnya, apa skill-nya, dan sebagainya," jelasnya.

              Selain  itu,  pemerintah  sudah  seharusnya  sadar  bahwa  pemberian  bansos  tidak  sekadar
              berpegang pada prinsip menebar ke semua penjuru, tapi tepat sasaran. Maka, utamakanlah
              mereka yang kelas bawah dan pekerja berupah rendah.

              "Termasuk mereka yang terdampak, misalnya industri padat karya, itu yang didahulukan, beri
              insentif untuk recovery (pemulihan), peningkatan kapasitas SDM, dan lainnya," tekannya.

              Ekonom  CORE  Yusuf  Rendy  Manilet  juga  menilai  penting  agar  ketepatsasaran  diutamakan,
              sehingga dampak ekonomi lebih terasa. Reformasi di bidang data dinilai perlu segera dilakukan.

              "Persentase  perlindungan  sosial  pemerintah  memang  banyak  tapi  perlu  dilihat  manfaatnya.
              Khususnya dalam dampak ke ekonomi," jelas Yusuf.

              Dari sini, menurutnya, pemerintah perlu membuat evaluasi yang lebih rinci. Misalnya, berapa
              banyak dana yang diberikan yang kemudian lari ke konsumsi.
              Lalu,  berapa  yang  dipakai  untuk  kebutuhan  hiburan  dan  wisata.  Berapa  pula  yang  lari  ke
              tabungan. Ini semua bisa disurvei langsung ke penerima, sehingga ketika kurang tepat bisa
              disesuaikan. Di sisi lain, ia melihat pemerintah perlu inovasi dalam pemberian bantuan kepada
              pekerja  kelas  menengah,  misalnya  memberikan  kemudahan  layanan  di  bidang  administrasi,
              sehingga pengeluaran lebih efisien dan bisa dialokasikan untuk hal lain yang berkontribusi ke
              pertumbuhan. (bir)
                                                           275
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281