Page 456 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 29 APRIL 2021
P. 456
sebuah kesepakatan berdasarkan konsensus yang telah dibangun secara bersama-sama. Ini
penting agar setiap pihak tidak merasa ada yang ditinggalkan oleh pemerintah didalam suasana
kehidupan bernegara
Ringkasan
Peringatan hari buruh internasional (May Day) pada 1 Mei 2021 dapat dijadikan pemerintah
sebagai momentum untuk merefleksikan seluruh kebijakan terhadap kepentingan seluruh buruh
di Indonesia. Demikian disamapikan Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin, Rabu, 28 April
2021.
MAY DAY 1 MEI, WAKIL KETUA DPD RI MINTA ASPIRASI BURUH HARUS
DIPERTIMBANGKAN
JAKARTA, - Peringatan hari buruh internasional (May Day) pada 1 Mei 2021 dapat dijadikan
pemerintah sebagai momentum untuk merefleksikan seluruh kebijakan terhadap kepentingan
seluruh buruh di Indonesia. Demikian disampaikan Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin,
Rabu, 28 April 2021.
"Ada dua isu utama yang menjadi agenda perjuangan kaum buruh. Pertama masih tentang
penolakan terhadap UU Cipta Kerja, dan kedua mengenai Upah Minimum Sektoral (UMSK). Kita
berharap pemerintah bisa menampung semua aspirasi dan mencari jalan tengah untuk
mengakomodir seluruh kepentingan yang ada. Baik kepentingan hak-hak buruh maupun
kepentingan investasi," ujarnya.
Seperti diketahui saat ini Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sedang melakukan uji
formil dan uji materiil terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Berkenaan dengan hal itu, Sultan
yakin bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan bertindak dengan mengedepankan untuk
memberikan rasa keadilan bagi seluruh pihak, khususnya para buruh.
"Ada beberapa prinsip keberatan yang selama ini disuarakan oleh buruh yang diwakili oleh KSPI
terhadap UU Cipta Kerja, seperti penghilangan kepastian kerja (job security), kepastian
pendapatan (income security), dan jaminan sosial (social security). Maka saya berharap ketiga
poin tersebut dapat menjadi bahan kajian serta pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam
memutuskan hasilnya nanti," kata Sultan.
Menurut penjelasan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam
keterangan resminya (28/04), dalam hal terkait dengan tidak adanya kepastian kerja, hal ini
tercermin dari dibebaskannya penggunaan outsourcing untuk semua jenis pekerjaan. Sehingga
bisa saja, seluruh buruh yang dipekerjakan oleh pengusaha adalah buruh outsourcing. Begitu
pun dengan buruh kontrak, yang saat ini tidak ada lagi batasan periode kontrak. Sehingga buruh
bisa dikontrak berulang-ulang hingga puluhan kali.
Berkenaan dengan tidak adanya kepastian pendapatan, hal ini terlihat dari dihilangkannya upah
minimum sektoral. Di samping adanya klausa bahwa upah minimum kabupaten/kota "dapat"
ditetapkan. Kata dapat di sini artinya, UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Jika tidak
ditetapkan, maka akan terjadi penurunan daya beli buruh yang signifikan.
Demikian pula dengan tidak adanya jaminan sosial. Keberadaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan
(JKP), dinilai belum mampu memberikan proteksi kepada buruh yang kehilangan pekerjaan.
Selain buruh kontrak dan outsourcing akan sulit mengakses JKP, dana JKP pun diambil dari dana
JKK dan JKM. Sehingga ke depan dikhawatirkan akan terjadi gagal bayar.
455