Page 79 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 SEPTEMBER 2020
P. 79

"Saya minta sabar. Selama teman-teman [pekerja] sudah menyerahkan nomor rekening aktif,
              selama menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan atau memenuhi syarat, maka tinggal menunggu
              waktu saja."

              Demikian  respons Menteri  Ketenagakerjaan  Ida Fauziyah  saat  dimintai  tanggapan  soal  nasib
              pencairan subsidi gaji tahap I, empat hari berselang sejak diluncurkan pada 27 Agustus.

              Kesabaran memang menjadi jawaban yang tepat. Per 4 September, realisasi penyaluran Subsidi
              Upah Pekerja (SUP) pada tahap pertama telah masuk ke 2,31 juta rekening pekerja bergaji di
              bawah Rp5 juta.

              Hal  ini  amat  kontras dengan  yang  dirasakan  para  korban  pemutusan  hubungan  kerja  (PHK)
              pemburu program Kartu Prakerja. Meski program ini berhasil menyedot animo 15,9 juta orang
              dan menjaring 3,08 juta orang, jumlah peserta yang menerima insentif baru berjumlah 610.563
              orang pada 4 September.

              Lambatnya penyaluran insentif tak lepas dari prasyarat yang harus dipenuhi penerima manfaat.
              Para  peserta  program  ini  harus  merampungkan  pelatihan  sebelum  bisa  menikmati  bantuan
              senilai Rp600.000 selama 4 bulan. Selain itu, jumlah peserta yang merampungkan pelatihan pun
              terbilang amat kecil.

              Sebanyak 849.921 orang telah merampungkan pelatihan sejak Kartu Prakerja dibuka pada April.
              Jumlah ini hanya mencakup sekitar 28% dari total peserta yang terjaring.

              Realisasi penyaluran insentif yang rendah kian menunjukkan kurang efektifnya program ini dalam
              upaya  untuk  menjaga  daya  beli  kelompok  rentan,  padahal  pemerintah  memasang  target
              program ini dapat menjaring 5,6 juta orang sampai Oktober mendatang.

              Ekonom  Center  of  Reform  on  Economics  (CORE)  Mohammad  Faisal  menilai  percepatan
              penyaluran bantuan Kartu Prakerja seharusnya menjadi prioritas pemerintah, karena menyasar
              kelompok masyarakat yang terdampak langsung pandemi Covid-19. Apalagi tujuannya didesain
              untuk mengungkit daya beli masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat wabah.

              "Kalau tujuannya untuk mendorong konsumsi seharusnya penyaluran Kartu Prakerja menjadi
              prioritas. Seharusnya lebih cepat," ujarnya kepada Bisnis, Senin (7/9).

              Dia  berpendapat  bantuan  bagi  korban  PHK  lebih  menjawab  persoalan  penurunan  daya  beli
              selama pandemi dibandingkan dengan subsidi gaji.
              Penurunan  daya  beli  telah  terlihat  dari  pertumbuhan  dana  pihak  ketiga  di  rekening  dengan
              nominal di bawah Rp 100 juta yang melambat berdasarkan laporan Lembaga Penjamin Simpanan
              (LPS).

              Hal ini juga disoroti ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra
              Talattov.

              "Pemerintah perlu mencari tahu apa penyebabnya. Apa kendala yang mereka hadapi? Dugaan
              saya karena mereka harus menyiapkan alokasi kuota internet."

              Percepatan  pelatihan  bagi  sekitar  72%  peserta  yang  terjaring  menjadi  krusial,  karena  akan
              menentukan efektivitas program ini dalam peningkatan daya beli masyarakat. Dalam hal ini,
              jelasnya,  Manajemen  Pelaksana  (PMO)  Kartu  Prakerja  bisa  memulai  inisiatif  survei  untuk
              mengidentifikasi kendalanya.

              Untuk itu PMO Kartu Prakerja perlu melakukan penilaian apakah peserta di tiap gelombang telah
              menyelesaikan pelatihan. Dalam skenario peserta gelombang I belum memulai pelatihan, PMO
              Prakerja dapat mengalihkan slot peserta kepada pendaftar yang belum terjaring.
                                                           78
   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83   84