Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 17 FEBRUARI 2021
P. 18

Pada 2016, dirilis Instruksi Presiden (Inpres) No. 9/2016 yang mengatur revitalisasi SMK. Inpres
              ditujukan untuk 12 menteri, 1 lembaga pemerintah nonkementerian, dan 34 gubernur. Presiden
              ingin agar semua lembaga di pusat maupun daerah mengawal langsung revitalisasi SMK.

              Namun SMK di Indonesia masih mengalami berbagai situasi problematis. Membangun SMK yang
              berkualitas memang bukan perkara mudah. Guru yang berkualitas, sarana prasarana memadai,
              termasuk teknologi yang terbaru, dan jejaring dengan industri merupakan keniscayaan yang
              harus dimiliki SMK.

              Dari temuan penelitian kami, pengembangan vokasi di Indonesia memiliki persoalan yang begitu
              kompleks,  mulai  dari  paradigma,  regulasi,  sinergi,  dan  implementasi  (Pusat  Penelitian
              Kependudukan LIPI, 2018).

              Dari  sisi  penyerapan  lapangan  kerja,  berdasarkan  data  Keadaan  Ketenagakerjaan  Indonesia
              Agustus 2020 dari Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka lulusan SMK paling tinggi
              dibanding dengan tingkat pendidikan lain, yaitu 13,35%, meningkat dibanding dengan Agustus
              2019 (10,36%). Apalagi pandemi sangat berdampak pada situasi ketenagakerjaan saat ini.

              Pada kondisi ini tentu SMK harus bersiasat, karena situasi pandemi menyebabkan pembelajaran
              tidak dapat optimal. Untuk SMK yang membutuhkan praktik secara langsung, kondisi ini tentu
              lebih sulit dilakukan.
              Laporan ILO, World Bank dan UNESCO (2021) bertajuk Skills Development in the Time of Covid-
              19: Taking Stock of the Initial Responses in Technical and Vocational Education and Training
              memaparkan tentang kondisi pendidikan vokasi di masa pandemi.

              Secara umum laporan tersebut menunjukkan berbagai permasalahan yang dihadapi pendidikan
              vokasi di seluruh dunia, yaitu kurangnya infrastruktur umum dan teknologi, kurangnya platform
              pembelajaran jarak jauh yang efektif dan mudah digunakan, kurangnya kapasitas staf untuk
              mendukung pembelajaran jarak jauh, dan kendala sumber daya keuangan.
              Dalam situasi normal saja, beragam persoalan sudah mengadang pelaksanaan pendidikan vokasi
              di  Indonesia.  Penutupan  sekolah  akibat  pandemi  merupakan  kesulitan  yang  belum  pernah
              dihadapi sebelumnya.

              Akhirnya,  adaptasi  dan  transformasi  SMK  pada  masa  pandemi  sangat  berbasis  kapital  atau
              sumber daya yang dimiliki.

              Dengan situasi lapangan pekerjaan yang semakin terbatas, khususnya di bidang industri, apakah
              rencana 'pernikahan' dengan industri dapat berjalan efektif? Apakah pemerintah tidak berencana
              lebih  mengintensifkan  relasi  SMK  dengan  konteks  lokal,  atau  jika  menggunakan  istilah
              pemerintah, 'menikahkan'

              SMK dengan berbagai potensi lokal yang ada di daerah?

              Bila menggantungkan pada industri pada situasi pandemi ini, tentu akan lebih sulit direalisasikan.

              KONTEKS LOKAL

              Melihat  kondisi  tersebut,  perlu  ada  pergeseran  paradigma  penyiapan  SMK  untuk  kebutuhan
              industri  menjadi  penyiapan  tenaga  kerja  maupun  wirausahawan  di  level  lokal  atau  daerah.
              Kemdikbud dalam beberapa rilis dokumen sesungguhnya sudah memberikan perhatian terhadap
              pentingnya pendidikan di SMK diarahkan kepada konteks lokal.

              Dalam Tiirbulensi Pendidikan Vokasi di Era Disrupsi 4.0 yang dirilis Kementerian Pendidikan dan
              Kebudayaan (2019), disebut bahwa Direktorat Pembinaan SMK melakukan intervensi prioritas


                                                           17
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23