Page 183 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 10 DESEMBER 2020
P. 183
"Di tengah pandemi, perusahaan berusaha membuatnya tidak betah bekerja dengan cara
melakukan mutasi beberapa kali. Akhirnya, terjadi PHK tanpa kompensasi sebagaimana
mestinya," tulis studi tersebut.
Karena kehilangan pekerjaan dan tak punya uang lebih, B harus bergantung kepada belas kasih
saudara dan rekannya untuk mengisi perut dan kebutuhan sehari-hari.
Nasib serupa juga dialami L (36), orang tua dengan dua anak yang baru saja di-PHK. Tak hanya
dia yang kehilangan kerja, suaminya pun turut menjadi korban PHK karena pandemi.
Ia mengaku tak pernah mendapat bantuan sosial maupun bantuan subsidi upah dari BPJS
Ketenagakerjaan. Padahal rekan-rekannya di pabrik sudah mendapat bantuan tersebut.
Dari 15 peserta studi yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan, hanya delapan buruh yang telah
menerima BSU. Mereka pun tak menerima penjelasan dari BPJS maupun perusahaan terkait
keadaan itu.
Kondisi ekonomi yang menyulitkan dan hilangnya harapan akan bantuan dari pemerintah
membuat banyak keluarga buruh harus mengabaikan kuantitas dan kualitas pangan sehari-hari.
"Bantuan sosial yang kerap digembar-gemborkan oleh pemerintah--bahkan dengan tas khusus
yang didesain sedemikian rupa sempat mempengaruhi pendistribusian--belum terdistribusi
dengan baik kepada warga negara yang berada dalam situasi sangat mendesak ini," ungkap
studi.
Studi itu pun menilai penyaluran bansos kepada kelompok yang rentan terdampak pandemi
masih karut marut. Sikap ini disebut sebagai langkah pembiaran negara terhadap kesejahteraan
masyarakat dan perkembangan anak pada keluarga terdampak.
Seiring dengan keluhan masyarakat terkait bansos, belakangan Menteri Sosial Juliari P. Batubara
justru dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga mengambil keuntungan dari
program itu.
KPK menduga Juliari mengambil untung Rp10 ribu per paket bansos yang dibagikan ke
masyarakat. Dari sedikit demi sedikit uang yang dikumpulkan itu, ia diduga menerima Rp17
miliar.
(fey/pmg)
182