Page 7 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 13 OKTOBER 2020
P. 7

Di  klaster  ketenagakerjaan,  perubahan  yang  dilakukan  tergolong  signifikan.  Di  antaranya,
              pembahan soal waktu cuti pada Pasal 79 UU Ketenagakerjaan ditambahi satu poin huruf, yakni
              "Ketentuan lebih lanjut mengenai perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
              diatur dengan peraturan pemerintah. Selain itu, upah satuan waktu yang sempat jadi keberatan
              serikat buruh juga masih ada dalam draf terbaru. Perubahan naskah juga cukup banyak dalam
              pasal-pasal  mengenai  PHK.  Misalnya,  dalam  pembahan  Pasal  154A,  ada  tambahan  "dan
              pekerja/buruh  tidak  bersedia  melanjutkan  hubungan  kerja  atau  pengusaha  tidak  bersedia
              menerima pekeij a/buruh".

              Kemudian dalam tambahan aturan Pasal 154A, poin bahwa "perusahaan melakukan perbuatan
              yang merugikan pekerja/bu-ruh" sebagai alasan PHK dihapuskan. Dalam draf terbaru, pasal itu
              kemudian dielaborasi lebih terperinci. Di antaranya, pemutusan hubungan kerja dengan alasan
              perbuatan  merugikan  oleh  perusahaan  harus  diajukan  oleh  pe-kerja.  Jenis  tindakan  yang
              merugikan  juga  diperinci,  seperti  penganiayaan,  penghinaan,  ajakan  melawan  hukum,  tak
              membayar  upah  lebih  dari  tiga  bulan,  melanggar  perjanjian  pada  para  pe-kerja,  serta
              memberikan pekerja-an membahayakan jiwa, kesehatan, serta kesusilaan yang tak tercantum
              dalam perjanjian kerja.

              Poin "buruh mangkir" sebagai alasan PHK juga ditambahi kalimat"pekerja/buruh mangkir selama
              5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi
              dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis".
              Selain itu, ada aturan baru dimasukkan bahwa PHK harus didahului surat peringatan (SP) sampai
              tiga kali berturut- turut. Sementara pada bab jaminan sosial, ditambahi klausul bahwa iuran
              jaminan kehilangan pekerjaan akan diatur lebih lanjut dan ditanggung pemerintah.

              Di lain pihak, konfederasi buruh menantang balik pemerintah membuktikan dan menyampaikan
              draf asli UU Cipta Kerja sesuai yang disahkan di Paripurna DPR RI 5 Oktober lalu. Sebab, sampai
              saat ini draf yang dikatakan ada tersebut masih simpang siur di pemerintah.

              "Draf  RUU-nya  saja  tidak  jelas.  Katanya  sampai  905  halaman,  kemudian  ada  yang  dapat
              bertambah 1.025 halaman, dan terakhir 1.035 halaman. Ini berbahaya sekali. Rakyat dibodohi
              seolah meminta rakyat baca, di mana draf akhirnya yang fix belum ada. Bahkan, dikatakan yang
              kemarin disahkan seperti hanya mengesahkan kertas kosong,"kata Ketua Serikat Pekerja Seluruh
              Indonesia (SPSI) Said Iqbal dalam konferensi pers secara daring, Senin (12/10).

              Ia  menyatakan,  konfederasi  dan  serikat  buruh  di  Indonesia  akan  melakukan  empat  langkah
              lanjutan untuk terus menolak UU Cipta Kerja. Di antaranya dengan berunjuk rasa di luar pabrik,
              dengan tetap menjaga kondisi pan-demi saat ini. Atau, dia melanjutkan, dengan cara lain, seperti
              melakukan aksi mogok dengan cuti secara bersamaan di rumah. "Aksi penolakan RUU Cipta Kerja
              ini tetap terukur dan terarah sesuai konstitusi," kata Said Iqbal.

              Said  Iqbal  melanjutkan,  opsi  lain  sebelum  RUU  ini  ditandatangani  Presiden  Jokowi  adalah
              meminta Presiden melakukan eksekutif review dengan menerbitkan peippu untuk membatalkan
              RUU itu. ed: litriyanzamzami
















                                                            6
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12