Page 153 - E-BOOK SEJARAH DAN BUDAYA INDONESIA
P. 153
“bawah” suatu potensi yang “lebih rendah” dari kedudukan hutan atau burung enggang dalam
kehidupan sosial ekonomi masyarakat Dayak.
Kedudukan lebih tinggi burung enggang dibandingkan naga merupakan manifestasi tidak saja
dari fakta filosofis tentang keberadaan sumber ekonomi utama masyarakat pedalaman, hutan
dengan segala isinya, yang dilambangkan oleh eksistensi burung enggang, tetapi juga dari fakta
konkrit dan riil di mana hutan adalah basis utama dari kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan
politik kelompok etnik Dayak. Posisi lebih tinggi burung enggang daripada posisi naga juga
menunjukkan bahwa walaupun anggota masyarakat Dayak bersifat terbuka dan tidak berprasangka
buruk terhadap pendatang dari luar, itu tidak dengan sendirinya berarti bahwa mereka tidak lagi
menilai atau menghargai pengaruh intern atau kemampuan kelompok sendiri sebagai lebih rendah
dibanding dengan sumber atau pengaruh luar/asing.
Hubungan antara manusia dengan negara dan bangsanya
Orang Dayak Jalai percaya bahwa dunia harus dipertahankan eksistensinya dengan cara
memberikan jaminan agar semua mahluk, baik yang kelihatan maupun tidak, yang hidup atau pun
benda mati, manusia maupun binatang dan tumbuhan, dapat eksis secara bersama-sama dalam
interaksi yang seimbang dan harmonis.
Manusia merupakan bagian dari alam, salah satu unsur di antara unsur-unsur yang lain. Pandangan
ini mendasari tindak-tanduk manusia serta menjadi causa prima dari setiap adat istiadat yang
dijalankan. Dalam konteks ini, kiranya kita menjadi satu persepsi dengan Ben Anderson yang
mengatakan bahwa, ”Sumbangan terbesar yang diberikan oleh agama-agama tradisional dalam
memandang dunia ini adalah (…) perhatian mereka yang begitu besar akan keberadaan manusia-
dalam-kosmos, manusia sebagai suatu spesies, serta persoalan-persoalan yang mungkin dihadapi
dalam kehidupan”.
Sebagai bagian dari alam, permasalahan akan muncul manakala keseimbangan tersebut terganggu.
Dalam persepsi masyarakat adat, gangguan terhadap keseimbangan tersebut terjadi melalui
ketidaktaatan terhadap adat istiadat yang telah menjadi prasyarat bagi harmoni dalam kehidupan
(cosmological harmony). Dalam pandangan ini, seseorang yang melanggar adat bukan semata-
mata karena ia telah merugikan orang lain, melainkan terutama karena dia telah mengganggu
keseimbangan yang seharusnya dijaga antara manusia dengan isi dunia lainnya (kosmos).
Keseimbangan yang terganggu tersebut mengancam kehidupan seluruh unsur kosmos, tidak hanya
manusia atau si pelanggar adat.
Kepercayaan
Sistem kepercayaan atau agama bagi kelompok etnik Dayak hampir tidak dapat dipisahkan
dengan nilai-nilai budaya dan kehidupan sosial ekonomi mereka sehari-hari. Ini berlaku pula
antara nilai-nilai budaya itu dengan etnisitas (ethnicity) dalam masyarakat Dayak. Ini berarti
bahwa kepribadian, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan kegiatan sosial ekonomi orang Dayak
sehari-hari, sebagaimana disinyalir oleh beberapa Dayakolog (Coomans, 1987; Alqadrie,
1991b:1-14) dibimbing, didukung oleh dan dihubungkan tidak saja dengan sistem kepercayaan
153