Page 324 - Bilangan Fu by Ayu Utami
P. 324
“Iskandar Agung adalah penyembah berhala! Toh ia dike
nang dengan hormat dalam tradisi Islam. Demikian. Dan kamu
mau bilang bahwa Islam tidak bisa menghargai segala hal yang
datang dari tradisi yang lain? Tradisi Yunani? Atau tradisi
Jawa?”
Kupukupu tergagap sedikit. Tapi ia cukup tangkas.
“Bisa saja. Asal tradisi itu tidak diteruskan. Artinya, ber
hala itu memang praktik yang ada sebelum Islam. Islam bisa
menghargai. Bisa. Asal, setelah Islam datang, praktik itu tidak
boleh diteruskan lagi, dong.”
Tanya jawab yang semakin tegang itu ditingkahi tepuk
tangan riuh penonton. Perdebatan menajam menjadi silat
lidah yang kekanakkanakan sehingga harus dihentikan karena
waktu habis.
Akhirnya tiba giliran Jati. Penampilannya ditunggutung
gu penonton setelah ia tadi membuat urat Kupukupu mencuat.
Ia kelihatan menikmati hura dari pendukungnya. Ia jarang
menikmati ini. Ia jarang menghargai kemegahan. Ia melang
kah ke panggung bak seorang petinju. Ia ingin mengayunkan
kepalan ke udara. Setelah ia berjarak dari peristiwa ini kelak,
ia mengenangnya sebagai sebuah pelepasan dari disiplin ke
rendahhatian yang sedang diterapkan ayahnya pada dirinya.
Ketika mengenang kejadian ini kelak, ia menyadari betapa ia
tertekan juga oleh latihan “menghayati manusia cacat” yang
telah dijalaninya tiga tahun lebih. Ia letih dengan sebelas
temanteman yang buruk rupa, bau, dan menimbulkan rasa
sedih mengenai dunia. Ia ingin main bola dalam kesebelasan
anakanak tangguh sempurna. Betapa, rupanya, dalam mo
menmomen kekanakan ini ia ingin menikmati agresivitasnya,
ingin memiliki kerupawanannya. Ia ingin melihat dunia dengan
gegap gempita, menjadi optimistis, tak harus menanggung
penderitaan orang. Ia ingin boleh memukul orang. Ia ingin
31