Page 36 - Flipbook Dyah Iswarini
P. 36
36 37
Harijadi para seniman ketika melukis Namun Imam Bonjol ditangkap on a sketch by Hubert de Stuers
2
Sumadidjaja potret pahlawan nasional tersebut, oleh Belanda pada 1837 ketika (1788-1861) made in 1826. De
termasuk Harijadi Sumadidjaja.
ia diundang untuk melakukan
Stuers depicted Imam Bonjol with
Sumadidjaja adalah seniman realis gencatan senjata. Ia kemudian a wide forehead and a long black
otodidak asal Kutoardjo, Jawa dibawa ke Bukittinggi dan beard, wearing a white turban and a
Tengah, yang aktif berkarya di Padang, sebelum diasingkan shirt, looking just as an authoritative
masa awal Republik Indonesia. selama 27 tahun ke Cianjur, cleric should look. This sketch
Ambon, dan terakhir ke Manado. shows how familiar de Stuers was
Oleh karena tersedotnya kekuatan Tuanku Imam Bonjol wafat pada with Imam Bonjol and his drawing
militer Belanda pada Perang usia 93 tahun. Berkat usahanya became a reference for other artists
Pahlawan yang kini kita kenal Diponegoro di Jawa, mereka menyatukan masyarakat Minang to draw the national hero, including
sebagai Tuanku Imam Bonjol mengupayakan perdamaian untuk melawan penjajahan Harijadi Sumadidjaja. Sumadidjaja
(1772-1864) lahir dengan nama dengan Kaum Padri pimpinan Imam Belanda, Imam Bonjol was a self-taught realist painter from
Muhammad Syahab. Sebagai ulama Bonjol. Pada masa inilah de Stuers dianugerahi gelar pahlawan Kutoardjo, Central Java, who actively
setempat beliau diberi gelar Peto yang merupakan Residen Padang nasional pada 6 November 1973. 4 worked in the early period of the
Syarif Ibnu Pandito Buyanudin. (1824-1829) menjalin hubungan Indonesian Republic.
Kemudian beliau ditunjuk sebagai baik dengan Imam Bonjol. Selepas Bersama dengan karya Sudjojono
imam dan pemimpin Kaum Padri tugasnya di Sumatra Barat, de tahun 1947, potret Tuanku Because of the Java War (1825-
di daerah Bonjol, sehingga dikenal Stuers diangkat menjadi Komandan Imam Bonjol karya Sumadidjaja 1830) that was draining Dutch
sebagai Tuanku Imam Bonjol. KNIL dari 1831-1838. tahun 1951 ini adalah dua potret resources, the colonial government
Istilah “Tuanku” sendiri adalah pahlawan Perang Padri yang sejak chose to forge peace with the
panggilan yang ditujukan terhadap Tuanku Imam Bonjol menyadari lama sudah berada di koleksi Padri under Tuanku Imam Bonjol.
pemuka agama, setara dengan dan menyesali terjadinya Istana Kepresidenan. It was during this period that de
“Kyai” di Jawa. 1 perang antarsesama masyarakat Stuers who served as the resident
Minang yang diwakili oleh Kaum in Padang (1824-1829), established
Citra dari Tuanku Imam Bonjol Adat dan Kaum Padri yang a relationship with Imam Bonjol.
yang kini kita kenal adalah menguntungkan pihak Belanda After his tenure in West Sumatra,
gambaran yang didasarkan pada dalam upaya mereka menguasai Tuanku Imam Bonjol (1772-1864) de Stuers was appointed as KNIL
deskripsi dalam naskah-naskah negeri Minangkabau. Oleh was born as Muhammad Syahab. As Commandant from 1831-1838.
Belanda serta sketsa karya karena itu, beliau memutuskan a local cleric, he was bestowed with
Hubert de Stuers (1788-1861) untuk berdamai dengan Kaum the title Peto Syarif Ibnu Pandito Tuanku Imam Bonjol regretted
yang dibuat pada 1826. Sketsa Adat dan menyatukan kekuatan Buyanudin. He was later known the Minang civil war between the
2
de Stuers menggambarkan Imam untuk bersama melawan Belanda. as Tuanku Imam Bonjol when he Padri and the Adat that benefited
Bonjol dengan dahi lebar dan Bersatunya Kaum Padri dan was appointed as the leader of the the Dutch and their effort to
jenggot hitam panjang, memakai Kaum Adat yang terjadi pada Padri in Bonjol. The title “Tuanku” conquer Minangkabau. Therefore,
sorban dan baju putih selayaknya 1833 ini ditandai dengan Plakat is an honorific for religious leaders he decided to make peace with
seorang ulama yang tenang Puncak Pato di Tabek Patah, yang similar to the term “Kyai” in Java. 1 the Adat and to join forces to fight
dan berwibawa. Sketsa yang berbunyi “Adat basandi syarak, against the Dutch. The coalition
memperlihatkan bahwa de Stuers syarak basandi kitabullah” (Adat The current image of Tuanku Imam between the two previously warring
mengenal baik pribadi Imam berdasar Agama, Agama berdasar Bonjol is based on descriptions in sides occurred in 1833 with the
Bonjol kemudian menjadi rujukan kitab Allah). 3 Dutch manuscripts, and in particular, signing of Plakat Puncak Pato at