Page 42 - MENELADANI KARAKTER DALAM CERPEN
P. 42
datang hari ini. Jadi aku ingin minta tolong Kak Dimas untuk mencarikan uang guna
membayar biaya perawatanku. Nanti orang tuaku yang akan menggantinya.”
“Memangnya berapa biayanya?”
“Tujuh ratus lima puluh ribu, Kak.”
Hah! Dimas melongo. Darimana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Sedang hasil
kerjanya terlanjur ia belikan sepatu. Sesaat lamanya Dimas jadi diam tergugu.
“Gimana, Kak? Kak Dimas bersedia kan, membantu Prita?” tanya Prita penuh harap.
Di hadapan orang tersayang, tak bisa Dimas berkata tidak. Terpaksa ia mengangguk
dengan hati yang berkecamuk. Otaknya mulai berputar keras guna mencari cara untuk
membantu Prita.
Braaakk! Dimas memecah celengan berbentuk ayam yang sudah tiga tahun ini di
simpannya. Cekatan, tangannya mengumpulkan uang yang berserakan di lantai. Setelah
terkumpul ia pun mulai menghitungnya. Tapi, ya Tuhan...jumlah uang itu ternyata belum
mencukupi untuk melunasi biaya perawatan Prita. Duuh.. bingung Dimas jadinya. Kemana ia
harus mencari kekurangan biaya itu? Sedang ia tak punya barang berharga yang bisa
dijualnya.
Dalam kebingungannya, tiba-tiba matanya tertumpu pada sepatu sport warna putih
yang teronggok di sudut kamar kosnya. Ya sepatu itu. Bila sepatu itu diloakkan tentu bisa
menutup kekurangan biaya perawatan Prita. Tapi... ahk, berat rasanya hati Dimas. Baru dua
Minggu sepatu itu bisa dimilikinya dengan suatu kerja keras yang luar biasa, haruskan kini
ia loakkan demi Prita?
Dan Dimas tak mau berpikir panjang lagi. Bagi Dimas, meski belum menjadi kekasih Prita
adalah segalanya. Maka buru-buru ia bungkus lagi sepatu itu dan kemudian melangkah ke
pasar loak.
***
Tanggal 13 September adalah hari kelahiran Dimas. Tapi bagi Dimas bukanlah sesuatu
yang istimewa. Baginya hari itu tetap sama dengan hari-hari yang lainnya. Sebab dari lahir
sampai kelas 3 SMA ini, sekali pun belum pernah ia merayakan ulang tahun. Bukannya tidak
mau, ia juga ingin, tapi keterbatasan ekonomi membuatnya pilih berhemat uang untuk biaya
kos, makan, dan keperluan sekolahnya yang sering terlambat.
Karena itu, di malam ulang tahunnya itu, Dimas hanya duduk di bangku kayu di depan
kamar kosnya yang memang terletak paling ujung. Badannya bersandar pada tembok, dan
matanya menatap langit yang gelap tanpa bintang.
“Selamat malam, Kak Dimas...” Satu suara merdu yang sudah tak asing lagi baginya tiba-
tiba menyapa.
Dimas menoleh dan langsung melemparkan seulas senyum manis di bibirnya.
“Selamat ulang tahun, Kak Dimas. Semoga panjang umur, selalu sehat, tambah pintar,
dan banyak rejekinya,” ujar Prita langsung memeluk dan mencium Dimas sebelum cowok itu
sempat berkata-kata.
“Terima kasih, Prita. Tapi maaf, aku tak…”
“Tak merayakan ulang tahun?”
“Ya”
“Tidak apa-apa, Kak Dimas. Prita ngerti, kok. Prita datang membawa sebuah kejutan kecil
untuk Kak Dimas. Jadi sekarang Kak Dimas pejamkan mata, sampai aku selesai menyanyikan
lagu Selamat Ulang Tahun, ya…?
32
Modul Pembelajaran Bahasa Indonesia