Page 60 - E-Modul Kapita Selekta PPKn SD
P. 60

BAB XII
                                           Topik 11. Masyarakat Multikulral

                   1.  Sub Capaian Pembelajaran MK
                       Setelah mempelajari topik ini mahasiswa mampu:
                       a.  Menemukan konsep masyarakat multikulralisme
                       b.  Menemukan karakteristik masyarakat multikultur
                       c.  Menemukan factor keberagaman multikultur

                   2.  Uraian Materi
                   a.  Multikulturalisme
                          Istilah “multikultural” jika ditelaah asal-usulnya mulai dikenal sejak tahun
                   1960-an,  setelah  adanya  gerakan  hak-hak  sipil  sebagai  koreksi  terhadap
                   kebijakan  asimilasi  kelompok  minoritas    terhadap    melting  pot    yang  sudah
                   berjalan  lama    tentang  kultur  dominan  Amerika  khususnya  di  New  York  dan
                   California (Banks, 1984: 3, 164; Sobol, 1990: 18). Istilah multikultural tersebut
                   selalu melekat dengan pendidikan, yang mempunyai arti secara luas meliputi
                   any set of  processes by which schools work with rather than against oppressed
                   groups (Sleeter, 1992: 141).  Pendapat tersebut  sejalan dengan  pernyataan
                   Kymlicka (2002: 8, 24)., profesor filsafat pada Queen University Canada dalam
                   bukunya  Multicultural  Citizenship,  bahwa  multikultural  merupakan  suatu
                   pengakuan,  penghargaan,  dan  keadilan  terhadap  etnik  minoritas  baik  yang
                   menyangkut  hak-hak  universal  yang  melekat  pada  hak-hak  individu  maupun
                   komunitasnya yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan kebudayaannya.
                          Garna (2003; 164), Antropolog Universitas Pajajaran berpendapat bahwa
                   dalam masyarakat majemuk (plural society), terdapat dua tradisi dalam sejarah
                   pemikiran sosial. Pertama; bahwa kemajemukan itu merupakan suatu keadaan
                   yang  memperlihatkan  wujud  pembagian  kekuasaan  di  antara  kelompok-
                   kelompok  masyarakat  yang  bergabung  atau  bersatu,  dan  rasa  menyatu  itu
                   dibangun melalui dasar kesetiaan (cross-cutting) kepemilikan nilai-nilai bersama
                   dan  perimbangan  kekuasaan  (Peh,  1985:  77-79).  Kedua;  dalam  masyarakat
                   majemuk dikaitkan dengan relasi antar ras/etnik, bahwa masyarakat majemuk
                   adalah masyarakat yang terdiri dari  berbagai kelompok ras/etnik yang berada
                   dalam satu sistem pemerintahan, oleh karena itu sering mengalami konflik dan
                   paksaan (Garna, 2003: 164-165).
                          Implikasi  dari  adanya  masyarakat  majemuk  tersebut  menurut  Smith
                   (1965)  juga  memiliki  berbagai  kelompok  budaya  yang  beragam.  Masyarakat
                   yang  memiliki  budaya  beragam  ini  maka  terminologi  multikulturalisme  sering
                   didiskusikan  baik  sebagai  respons  menghadapi  tantangan  realitas  sosial  itu,
                   maupun  sebagai  pengakuan  atas  diversitas  budaya  majemuk  tersebut.
                   Multikulturalisme dalam perkembangannya  sebagai suatu  sikap, praktik sosial,
                   dan  kebijakan  pemerintah,  yang  sekarang  ini  telah  meluas  ke  arah  suatu
                   keyakinan  atau  kebijakan  politik  pemerintah    semacam  ‘ideologi’  dalam
                   pengembangan  kebudayaan  menciptakan  masyarakat  yang  sehat.  Berry,
                   Poortinga,  dan    Segall  (1998:  577-580)  dalam  karyanya  Cross-cultural
                   psychology:  Research  and  applications,  menyebutnya  multikulturalisme  pada




                                                                                                     56
   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65