Page 13 - Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
P. 13

Arah Baru Kebijakan Penegakan Hukum Konservasi
                                                            Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya


               PENGANTAR EDITOR

               Konservasi  sumber  daya  alam  hayati  beserta  ekosistemnya  (atau  umum  dikenal  juga
               sebagai  keanekaragaman  hayati)  menjadi  prasyarat  mewujudkan  keadilan  intra  dan
               antar  generasi,  yaitu  agar  anak-cucu  kita  kelak  mendapatkan  pemenuhan  hak  atas
               lingkungan  hidup  yang  sehat  dan  ekosistem  yang  utuh.  Perlindungan  terhadap
               keanekaragaman  hayati  di  Indonesia  diatur  dalam    UU  No.  5  Tahun  1990  tentang
               Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (“UU No. 5/1990”). Setelah 29
               tahun  berjalan,  terdapat  transformasi  permasalahan  konservasi  beserta  penegakan
               hukumnya  yang  terjadi  terutama  karena  perkembangan  zaman,  disertai  dengan
               perubahan pola aktivitas ekonomi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
               Sehingga, perlu dilaksanakan evaluasi dan pembaharuan kebijakan penegakan hukum
               konservasi agar sesuai dengan kebutuhan dan tantangan penegakan hukum terkini.

               Menghadapi kebutuhan tersebut, patut disayangkan bahwa saat ini tidak banyak produk
               ilmu  pengetahuan  di  bidang  hukum  konservasi  sumber  daya  alam  hayati  dan
               ekosistemnya  di  Indonesia.  Pun  yang  ada  masih  tersebar  dan  jarang  diperbaharui.
               Sementara  itu,  dokumentasi  pengetahuan  yang  komprehensif  kian  menjadi  penting
               utamanya  bagi  para  pembuat  kebijakan,  akademisi,  serta  praktisi  lapangan  dalam
               menyikapi  permasalahan  penegakan  hukum  konservasi  yang  dialami.  Maka  dari  itu,
               buku  ini  disusun  sebagai  inisiasi  awal  untuk  mengumpulkan  berbagai  gagasan,
               perspektif, dan harapan yang ada atas pembaharuan UU No.5/1990.

               Buku ini diawali dengan tulisan dari Antonius Aditantyo Nugroho, Gabrielle Jane, dan
               Salsabila Hana Safira yang mengidentifikasi tren pemidanaan dengan merekapitulasi dan
               menganalisis 150 putusan kasus kejahatan terhadap satwa liar dilindungi di Indonesia
               Periode 2009 – 2019. Selain menggambarkan keadaan pemidanaan terhadap kejahatan
               terhadap satwa dilindungi, analisis tren pemidanaan tersebut mencoba menjawab apriori
               yang selama ini ada bahwa tingginya kejahatan terhadap satwa dilindungi dapat dijawab
               dengan meningkatkan ancaman pidana. Benarkah demikian?

               Dari potret putusan, kita akan beranjak lebih dalam pada perumusan delik pidana dalam
               UU No.5/1990 serta RUU perubahan yang pernah ada. Marsya Mutmainah Handayani
               mencoba menilik ketentuan pidana terhadap hidupan liar (wildlife) di Indonesia melalui
               perspektif kriminologi hijau dan keadilan spesies, dengan kritik utama pada pengaturan
               pidana pada UU No.5/1990 yang masih memposisikan satwa liar sebagai benda, bukan
               sebagai korban. Sebaliknya, tulisan Andreas Nathaniel Marbun kemudian melihat bahwa
               pada dasarnya, pelaku kejahatan konservasi secara nature bertujuan untuk mendapatkan
               keuntungan  sebesar-besarnya.  Untuk  memberikan  deterensi  yang  lebih  tinggi  bagi
               pelaku, perlu diatur disinsentif finansial melalui perspektif satwa liar sebagai komoditas.
               Meskipun dua konsep tersebut cenderung  bertentangan, diharapkan perdebatan yang





                                                                                           | xi
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18