Page 214 - Tere Liye - Bumi
P. 214

TereLiye “Bumi”   211




                  bertemu salah satu dari mereka. Entahlah. Apa­kah  dunia mereka

                  semakin makmur atau semakin me­mudar.”

                         Aku menatap lamat­lamat Seli di sebelahku.


                         Av kembali mengetuk pelan peta. Gambar kapal­kapal dan benda
                  terbang menghilang. ”Yang keempat adalah Klan Bintang,  atau disebut
                  juga Klan Titik Terjauh.”

                         Tidak muncul gambar apa pun di atas peta Bumi selain garis­garis
                  benua.


                         ”Sayangnya, tidak ada yang memiliki pengetahuan tentang dunia
                  ini. Termasuk seluruh buku dan gulungan tua di perpustakaan. Tidak ada
                  yang pernah menembus dunia mereka. Tidak ada yang tahu tingkat
                  kebudayaan dan kemampuan mereka. Beribu tahun tanpa kabar. Jika
                  selama itu tidak ada yang tahu, itu boleh jadi dua hal. Pertama, dunia itu
                  sudah memudar, dan kedua, dunia itu memang amat terpisah dari tiga
                  dunia lainnya. Klan Bintang adalah dunia yang paling tua, mereka pasti
                  memiliki pengetahuan paling maju.”

                         Av mengetuk peta untuk terakhir kalinya. Seluruh gambar kembali
                  muncul. Gambar rumah, jembatan, jalan, sawah, perkebunan, juga
                  bangunan tinggi balon­balon, kapal­kapal, dan benda melayang, terlihat
                  rapi di atas peta.


                         ”Inilah empat dunia di atas satu planet yang kalian sebut Bumi.
                  Empat kehidupan  yang berjalan serempak.  Tidak ada yang tahu satu
                  sama lain. Tidak saling melihat, tidak saling ber­singgung­an. Ini
                  sebenarnya indah sekali tanpa ambisi perang dan saling menguasai.
                  Empat dunia dalam satu tempat.” Av  menatap peta itu, perlahan­lahan
                  cahaya gambar dan garisnya redup lantas kembali seperti semula,
                  menyisakan peta besar berdebu.


                         Ruangan pengap itu lengang lagi sejenak.

                         ”Apa yang dia jelaskan sejak tadi, Ra?” Ali berbisik tidak sabar,
                  menyikut lenganku.










                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   209   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219