Page 209 - Tere Liye - Bumi
P. 209

TereLiye “Bumi”   206




                  kami. Sepertinya sudah  lama sekali tidak ada orang yang mengunjungi

                  lorong ini. Av merobek segel pita itu dengan tongkatnya, lantas mendorong
                  daun pintu.

                         Pintu berderit pelan.


                         Ruangan yang kami masuki pengap dan gelap.

                         Av mengetukkan tongkatnya lagi ke lantai, beberapa lilin me­nyala,
                  membuat terang sekitar. Aku bisa melihat tembok ruang­an yang terbuat
                  dari batu bata tanpa diplester dan lantainya dari batu kasar. Ruangan itu
                  tidak besar, paling hanya seluas kelasku. Hanya ada  satu lemari di
                  sudutnya, berisi gulungan besar, peti  berwarna hitam, dan buku­buku.
                  Sebuah meja panjang dan beberapa kursi persis berada di tengah, terlihat
                  berdebu, tua, dan  kusam. Juga ada sebuah perapian kecil di dinding
                  ruangan de­ngan kayu bakar yang menumpuk, lama tidak disentuh,
                  entah untuk apa perapian tersebut.


                         Av menutup rapat daun pintu, melangkah ke tengah ruang­an.

                         ”Kalian bertiga jelas tidak datang dari dunia ini.” Av  menoleh
                  kepada kami, menatap kami satu per satu. ”Siapa saja kalian?”


                         Ilo memperkenalkan kami satu per satu.


                         ”Bagaimana kamu menemukan mereka bertiga, Ilo?”

                         ”Mereka muncul di  rumahku tadi malam, saat aku mengantar Ou
                  tidur.”


                         ”Itu pasti sedikit mengejutkan, menemukan orang asing di dalam
                  rumah. Dan kamu awalnya berpikir mereka hanya tersesat karena
                  kesalahan teknis lorong berpindah?”

                         Ilo mengangguk.


                         ”Setidaknya kabar baiknya, kalian muncul di rumah cucu dari cucu
                  cucuku. Bukan di tempat keliru.” Av menyeka rambut pu­tih­nya.

                         ”Dia bilang apa?” Ali berbisik di sebelahku.








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214