Page 204 - Tere Liye - Bumi
P. 204

TereLiye “Bumi”   201




                         Kami melewati pintu bundar, masuk ke dalam lorong remang. Di

                  dunia ini setiap kamar atau ruangan sepertinya dihubungkan lorong­
                  lorong, termasuk juga setiap gedung, bangunan, pun di atas sana, rumah­
                  rumah berbentuk bangunan balon. Jika tidak ada lorong secara fisik,
                  bangunan dihubungkan dengan lorong virtual yang mereka sebut lorong
                  berpindah.

                         Tiba di ujung lorong, ibu separuh baya itu mendorong pintu bulat.


                         Kami masuk ke ruangan yang lebih kecil, dengan interior sama.
                  Seluruh dinding ruangan itu dipenuhi rak buku tinggi yang bersusun
                  buku­bukunya. Ruangan itu sepi, tidak ada pe­ngunjung di meja­meja
                  panjang. Yang ada hanya seorang petugas. Ada plang besar di atas kepala
                  kami bertuliskan: ”Bagian Ter­batas.  Hanya untuk Pengunjung dengan
                  Izin”.

                         Petugas itu menggeleng saat ibu separuh baya menyampaikan
                  sesuatu. Juga menggeleng saat Ilo membujuknya. ”Anda bisa mem­­baca
                  semua buku di ruangan ini, Master Ilo. Buku apa saja. Tapi tidak di

                  bagian berikutnya.”

                         ”Kami harus masuk. Ini penting sekali.” Ilo menyisir rambut­nya
                  dengan jemari. Wajahnya tegang.

                         Petugas itu menggeleng. ”Kami tidak akan melanggar  protokol
                  paling tinggi di gedung ini.”


                         ”Kalau begitu, izinkan aku bicara dengan kepala perpustakaan.” Ilo
                  mengembuskan napas.


                         Petugas itu berdiskusi sebentar dengan ibu separuh  baya dari
                  ruangan depan. Dia mengangguk, menekan tombol di atas meja­nya,
                  tersambung dengan ruangan lain.

                         ”Apa yang sedang terjadi, Ra?” Seli berbisik, memegang lengan­ku.


                         ”Mereka sedang memutuskan apakah  kita bisa masuk ke ruangan
                  berikutnya atau tidak.”

                         ”Ruangan apa?” Seli bertanya cemas.







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209