Page 306 - Tere Liye - Bumi
P. 306

TereLiye “Bumi”   303











                              AKAN malam yang menyenangkan.


                         Kami menghabiskan makanan di atas piring sambil bercakap­cakap
                  ringan. Ou berceloteh tentang ikan paus yang dilihatnya tadi siang,
                  bercerita kepada Seli—yang sebenarnya tidak me­ngerti sama sekali apa
                  maksudnya. Seli hanya mengangguk pura­pura mengerti agar Ou senang,
                  menebak­nebak, lantas menjawab asal. Kami tertawa, karena sejak tadi
                  Seli menyangka Ou ber­cerita tentang kapsul kereta.

                         Sementara Vey semangat bertanya padaku tentang masakan apa
                  yang biasa tersaji di meja makan  di dunia kami, aku ber­usaha

                  menjelaskan nama dan bagaimana Mama memasak salah satu masakan
                  tersebut.

                         Vey memotong ceritaku, berseru tidak percaya. ”Buburnya berwarna
                  putih? Aku belum pernah mem­buat masakan berwarna putih, Ra.” Aku
                  tertawa, meyakin­kan Vey bahwa  warnanya memang putih.  Vey
                  menatapku antu­sias. ”Itu mungkin  menarik dicoba.” Aku tersenyum
                  melihat ekspresi wajah Vey. Dia pasti akan lebih histeris lagi kalau tahu
                  ada masakan berwarna­warni cerah di kota kami.


                         Di sisi lain meja, Ali telah terlibat percakapan serius dengan Ilo,
                  tentang apa itu Pasukan Bayangan—dan dia melaku­kannya dengan
                  bahasa dunia ini.  Kemajuan bahasa  Ali menakjub­kan,  mengingat itu
                  topik yang berat, tapi dia bisa menangkap dengan baik kalimat Ilo. Kami
                  jadi diam sejenak, memperhatikan Ilo dan Ali.

                         ”Ada berapa jumlah Pasukan Bayangan sekarang?” Ali ber­tanya.


                         ”Dulu jumlah mereka ratusan ribu. Sekarang hanya separuh­nya.
                  Berkurang drastis. Sejak Komite Kota berkuasa, militer bukan lagi
                  prioritas utama kami. Seperti yang dikatakan Av, negeri  ini aman, tidak
                  ada yang memiliki ambisi berkuasa dan perang. Jadi buat apa memiliki
                  pasukan militer banyak?”








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   301   302   303   304   305   306   307   308   309   310   311