Page 308 - Tere Liye - Bumi
P. 308
TereLiye “Bumi” 305
Ilo mengangguk. Dia mengerti kode Vey. Tidak baik membicarakan
kekacauan kota di depan Ou yang masih kecil.
Aku mengembuskan napas kecewa. Aku sebenarnya masih ingin
mendengarkan penjelasan Ilo. Sepertinya menarik tentang akademi tadi.
”Oh ya, Ra, kamu bisa melanjutkan menjelaskan tentang bubur
berwarna putih tadi?” Terlambat, Vey sudah memilih topik percakapan
kesukaannya.
Tidak ada lagi yang bicara tentang Pasukan Bayangan, akademi,
dan kekacauan kota hingga kami menghabiskan makanan di atas piring.
Selepas makan malam, setelah membantu Vey membereskan meja
makan, kami pindah duduk di sofa panjang. Nyala api di perapian terasa
hangat. Ou sekarang semangat berceloteh tentang sekolahnya, tentang
gurugurunya.
Seli kembali mendengarkan dengan sungguhsungguh, berusaha
memahami kalimat Ou. Mereka berdua terlihat akrab sejak tadi pagi. Aku
sampai berpikir, kalau kami akhirnya bisa pulang ke kota kami, jangan
jangan Seli akan mengajak Ou ikut.
”Kamu sepertinya harus belajar bahasa dunia ini sepeti Ali, Sel,”
aku berbisik.
”Ini juga lagi belajar,” Seli balas berbisik, fokus mendengarkan Ou.
Tetapi kemampuan belajar bahasa Seli lambat. Lagilagi dia keliru.
Dia mengira Ou sedang bercerita tentang ikan paus. Aku tertawa
mendengar percakapan mereka yang berbeda bahasa.
”Ra, apa yang biasanya kamu lakukan malammalam seperti ini di
rumah?” Vey yang duduk di sebelahku bertanya.
”Eh, kadang mengerjakan PR. Kadang membaca novel.”
Vey manggutmanggut. ”Itu tidak berbeda jauh dengan anakanak
kota ini.”
http://pustaka-indo.blogspot.com