Page 309 - Tere Liye - Bumi
P. 309

TereLiye “Bumi”   306




                         Ali di sofa kecil  tenggelam dengan kamusnya. Sementara Ilo

                  menonton televisi dengan volume rendah, yang masih dipenuhi berita
                  sama sepanjang hari. Kerusuhan kembali meletus di ba­nyak tempat.
                  Banyak penduduk yang menuntut penjelasan apa yang sedang terjadi di
                  Tower Sentral. Tidak ada kabar soal Komite Kota, juga tidak ada
                  pengumuman siapa yang akan ber­kuasa. Semua menebak­nebak apa
                  yang akan terjadi berikut­nya.

                         Setelah bercerita lama, Ou terlihat mengantuk, menguap lebar. Vey
                  menawarinya tidur, masuk kamar. Ou mengangguk, bilang kepada Ilo
                  bahwa dia ingin dibacakan buku cerita.


                         Ilo mengangguk, beranjak berdiri. ”Kami naik duluan, anak­anak.”

                         ”Jangan tidur terlalu larut, Ra, Seli,” Vey mengingatkan. ”Dan Ali,
                  kamu jangan sampai tertidur di sofa panjang. Ruang tengah dingin sekali
                  kalau perapiannya sudah padam.”


                         Aku, Seli, dan Ali mengangguk.

                         ”Ayo, Ou, bilang selamat malam kepada kakak­kakak.”


                         Si kecil itu mengucapkan selamat malam—dia  memeluk Seli erat.
                  Lantas mengikuti langkah kaki Ilo dan Vey menaiki anak tangga.


                         ”Anak itu lucu sekali, ya,” Seli berbisik, mendongak, melambai­kan
                  tangan.

                         Aku setuju, Ou memang menggemaskan.


                         ”Ily mungkin sama  tampannya seperti  dia lho, Sel,” aku ber­kata
                  pelan.

                         ”Maksudmu?” Seli menatapku.


                         ”Ya tidak ada maksud apa­apa.” Aku menahan tawa. ”Siapa tahu Ily
                  masuk kategori gwi yeo wun, kan? Di dinding kapsul kemarin saja, meski
                  putus­putus gambarnya sudah ter­lihat bakat gwi yeo wun­nya.”

                         ”Maksudmu apa sih, Ra?” Seli melotot.








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313   314