Page 7 - TOKOH-TOKOH NASIONAL
P. 7
Dengan pidatonya, Tjokro menumbuhkan semangat
kebangsaan juga harapan. Rakyat jelata menganggapnya “Ratu
Adil”, pemerintah Belanda menjulukinya “Raja Tanpa Mahkota”.
Perjuangan menuntut kesetaraan itu terlihat jelas dalam pidato dan
tulisan-tulisan Tjokro. Pada 1914, di Doenia Bergerak, ia menulis
sajak:
“Lelap terus, dan kau pun dipuji sebagai bangsa terlembut di dunia.
Darahmu dihisap dan dagingmu dilahap sehingga hanya kulit
tersiksa
Siapa pula tak memuji sapi dan kerbau?
Orang dapat menyuruhnya kerja, dan memakan dagingnya
Tapi kalau mereka tahu hak-haknya,
orang pun akan menamakannya pongah,
karena tidak mau ditindas.
Bahasamu terpui halus di seluruh dunia, dan sopan pula
Sebabnya kau menegur bangsa lain dalam bahasa kromo
dan orang lain menegurmu dalam bahasa ngoko.
Kalau kau balikkan, kau pun dianggap kurang ajar.”
Dengan suara bariton yang mantap sehingga dapat didengar
ribuan pendengarnya tanpa pengeras suara, Tjokroaminoto
menggelorakan tuntutan kesamaan. “Tidaklah wajar untuk melihat
Indonesia sebagai sapi perahan yang diberi makan hanya
disebabkan oleh susunya”, beliau berpidato di Bandung 1916.
“Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai
suatu tempat di mana orang datang dengan maksud mengambil
hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat
dipertanggungjawabkan bahwa penduduknya, terutama penduduk
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya | 5