Page 61 - Modul DGP Kelas XI Multimedia Semester 1
P. 61
61 | SR
Buah Nangka yang Hilang
Oleh : Rahap Ganendra
Riuh rendah suara anak-anak ramai di halaman rumah Mbah Gino. Halaman yang cukup
luas itu memang setiap harinya dipakai untuk ngumpul anak-anak tetangga. Ada yang
bermain lompat tali, ada juga yang bermain bola plastik dan lain-lain. Namun yang lebih
menyenangkan mereka adalah karena sering didongengin cerita-cerita lucu dan menarik.
Mbah Gino paling jago kalo lagi dongeng.
“Mbah jadi bikin kolaknya?” Tanya Lastri, cucu perempuan Mbah Gino yang tiba-tiba
menyembulkan kepala di dapur. Lastri menemani tinggal di rumah itu, sejak suami Mbah
Gino meninggal 4 tahun lalu. Rumah orangtua Lastri berdampingan dengan rumah Mbah
Gino.
“Iya jadi Nduk, khan mbah udah janji. Nanti ajak teman-teman lainnya ya,” jawab mbah
Gino sambil membelah sebuah nangka matang untuk bahan kolak, menjadi dua bagian.
Nangka hasil memetik di pohon belakang rumah kemarin.
“Njiih mbah,” Lastri kegirangan lalu berlari, kembali bermain dengan teman-temannya.
Mbah Gino lalu kembali sibuk menyiapkan bahan lainnya. Ada pisang, nangka, singkong
dan lain-lain. Beberapa bahan sudah diiris-iris. Semua bahan sudah lengkap, namun ada
satu yang belum ada.
“Hmmm, santan belum ada,” gumam mbah Gino sendirian. Bergegas ia pergi ke rumah
anaknya, yakni orangtua Lastri disebelah rumah. Dia bermaksud minta tolong Bapaknya
Lastri untuk memetik kelapa dua buah. ***
Nangka itu tinggal separoh. Mbah Gino kebingungan. Ia melihat kesana kemari di ruangan
dapur yang tak seberapa besar itu. “Apa aku sudah pikun.
Perasaan, nangkanya tadi kubelah jadi dua, mana yang separohnya ya? Masak sih hilang.”
Mbah Gino resah. Bukan soal nangkanya hilang, toh masih ada sisanya yang bisa dipakai
sebagai bahan kolaknya, namun dia sedih jika ada yang mengambilnya tanpa ijin. Mencuri.
Dia tak berani menduga buruk, bahwa ada yang mengambilnya. Terlebih lagi jika anak-
anak yang bermain di halaman itu. “Semoga tidak dicuri.”
***
Kolak satu baskom itu sudah habis. Anak-anak suka sekali nampaknya. Mereka gembira
menikmati bersama-sama. Tak lupa mendengarkan dongengan lucu mbah Gino di sore itu.
“Kami pulang dulu, besok kami main lagi kesini dan dongengin lagi yaa mbah.” Satu
persatu anak-anak berpamitan, dan berebut mencium tangan Mbah Gino. Tatakrama,
kebiasaaan yang biasa dilakukan di kampung terhadap orangtua. “Iyaa anak-anak. Ingat
kalian boleh bermain tapi jangan lupa belajar.” “Njiihh mbaaaah!!” jawab mereka
serempak. Lalu berlarian bergegas pulang. “Anton kesini dulu. Mbah mau ngomong.”
Seorang anak yang dipanggil dengan nama Anton pun menghampiri Mbah Gino.
Sementara anak-anak yang lain bergegas pulang. Anton masih kelas 3 Sekolah Dasar,
teman Lastri, cucu Mbah Gino. Setelah Anton duduk, Mbah Gino dengan suara pelan
bertanya.