Page 10 - MODUL SEJARAH INDONESIA KELAS XI MATERI Dampak Penjajahan Bangsa Eropa bagi Bangsa Indonesia
P. 10
Sebelum kedatangan bangsa Barat ke Indonesia, kaum wanita Indonesia dibelenggu
dengan aturan-aturan tradisi dan adat yang cenderung membatasi peran mereka dalam
kehidupan masyarakat. Kaum perempuan Indonesia lebih banyak hanya berperan sebagai ibu
rumah tangga dan sebagai pelayan suami di rumah.
Perempuan pada waktu itu tidak mendapatkan hak untuk mengenyam pendidikan.
Pendidikan yang mereka peroleh hanya terbatas pada usaha untuk mempersiapkan diri untuk
menjadi seorang ibu. Kaum perempuan Indonesia juga tidak memiliki kebebasan untuk
menentukan masa depannya sendiri.
Kedatangan bangsa Barat dengan kebudayaannya, sedikit banyak membuka mata
beberapa kalangan di Indonesia, terutama kaum priyayi terpelajar untuk melakukan
modernisasi. Kualitas dan gaya hidup kaum Barat, termasuk kaum wanita yang menjunjung
tinggi kebebasan terlihat begitu kontras dengan kualitas dan gaya hidup pribumi yang begitu
terikat akan trafisi dan adat. Hal ini menyadarkan kaum terpelajar akan keterbelakangan dan
kekolotan masyarakat dan kaum perempuan di Indonesia.
Pergerakan emansipasi wanita dipelopori oleh R.A. Kartini, Dewi Sartika dan Maria
Walanda Maramis. Pergerakan emansipasi wanita pada intinya ingin mencapai persamaan
derajat antara pria dan wanita. Dengan dibukanya sekolah model Barat dan adanya
kesempatan bagi warga pribumi untuk sekolah, menimbulkan aspirasi-aspirasi untuk
mengadakan inovasi dan modernisasi.
Ada dua jenis gerakan perempuan pada masa-masa awal abad XX, yaitu organisasi
lokal kedaerahan dan organisasi keagamaan. Putri Mahardika merupakan organisasi
keputrian tertua yang merupakan bagian dari Budi Utomo.
Organisasi Putri Mahardika dibentuk pada tahun 1912. Tujuannya adalah
memberikan bantuan, bimbingan, dan penerangan pada gadis pribumi dalam menuntut
pelajaran dan menyatakan pendapat di muka umum
Untuk memperbaiki hidup perempuan, Putri Mahardika memberikan beasiswa dan
menerbitkan majalah bulanan. Adapun tokoh-tokohnya yaitu : R.A. Sabarudin, R.A. Sutinah
Joyopranoto, Rr. Rukmini dan Sadikin Tondokusumo.
Setelah Putri Mahardika, maka lahirlah berbagai organisasi perempuan lain, baik yang
dibentuk sendiri oleh kaum wanita maupun organisasi yang beranggotakan kaum pria.
Organisasi tersebut antara lain :
1. Pawiyatan Wanita di Malang tahun 1915.
2. Pencintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) pada tahun 1917.
3. Purborini di Tegal tahun 1917.
4. Aisyah di Jogjakarta tahun 1918.
5. Perempuan Susilo di Pemalang tahun 1918.