Page 43 - Menabung_Ebook
P. 43
Berbeda dengan masa Jawa Tengah yang menggunakan strategi ekstensifikasi dalam
meningkatkan sumber daya pangan utama, pada masa kerajaan di Jawa Timur, upaya
meningkatkan produk pertanian lebih banyak dilakukan melalui intensifikasi, terutama
dengan mengembangkan infrastruktur pertanian, yaitu sarana irigasi dan pengendali air
yang lebih kompleks. Produk ekonomi pertanian merupakan sumber utama pendapatan
kerajaan yang dipungut dalam bentuk pajak atau upeti. Sumber sejarah memberikan
keterangan bahwa pajak diambil dari hasil bumi dan usaha perdagangan.
Jenis pajaknya dapat berupa hasil bumi (biasanya beras atau padi) atau dalam bentuk
lain, biasanya emas atau perak. Hal serupa juga terjadi dalam hal pemberian upeti. Prasasti
Watukara I (902 M) menyebutkan bahwa persembahan dalam bentuk emas dan beras dari Menabung Membangun Bangsa
“setiap pintu” (ring salawang salawang) dilaksanakan pada bulan Jyesta dan Caitra. Pada
umumnya pajak ditarik setiap tahun, khususnya sehabis musim panen, yaitu pada bulan
Phalguna (Februari—Maret) dan Caitra (Maret—April). Meskipun demikian, kadang-
kadang ditemukan keterangan bahwa pajak ditarik pada bulan-bulan lain, misalnya bulan
Magha (Januari—Ferbuari), Badra (Agustus—September), Asuji (September—Oktober)
dan bulan Karttika (Oktober—November) sebagaimana disebutkan dalam beberapa
prasasti dari abad ke-10 dan abad ke-11. Pajak tahunan mungkin sekali dibayar dalam
bentuk hasil bumi, terutama padi.
b. Pengalaman Bencana dan Strategi Ketahanan Pangan (Mengawetkan dan
Menyimpan)
Keadaan Geografi Indonesia secara alami memiliki karakter yang tidak stabil. Sumber
data geologi dan catatan sejarah telah membuktikan bahwa bencana telah lama terjadi.
Data sejarah secara sepintas memberikan informasi tentang terjadinya bencana gunung
meletus. Berdasarkan analisis geologi, van Bammelen melihat adanya tanda bahwa pada
masa lalu Gunung Merapi pernah meletus dalam skala yang besar. Bencana itu dianggap
memiliki kontribusi pada kehancuran infrasruktur pertanian di Jawa Tengah dan sekaligus
menyebabkan keruntuhan peradaban Hindu Buddha di Jawa Tengah. Kemungkinan
seperti itu memiliki argumen yang kuat mengingat pada zaman modern pun, Gunung
Merapi meletus berkali-kali dalam waktu yang tidak terlalu lama. Di Jawa Timur, Gunung
Kelud juga meletus beberapa kali, di antaranya, juga ditulis dalam sumber sejarah. Ahli 33
Geologi Sartono dan bandono dalam tulisannya “The Destruction od Majapahit from the
Perspective of Geology” (1995) telah menganalisis tada-tanda geologis di wilayah Jawa
Timur di sekitar wilayah Mojokerto. Mereka menyimpulkan bahwa bencana gunung api
menjadi salah satu sebab dari keruntuhan Majapahit.
Di samping gempa bumi dan gunung meletus, banjir atau kekeringan juga merupakan
bentuk lain dari bencana yang mungkin sekali pernah dihadapi oleh masyarakat kuno.
Data prasasti memberi informasi adanya luapan kali yang membanjiri wilayah persawahan
di wilayah Jawa Timur. Kekeringan karena musim kemarau yang panjang tidak hanya
menimbulkan tanaman mati dan tidak produktif, tetapi dapat juga menimbulkan