Page 2 - Modul 2
P. 2

bersamaan  dengan  penyebaran  agama  Islam,  serta  makin  kokoh
                      keberadaannya  karena  bahasa  Melayu  mudah  diterima  oleh  masyarakat

                      Nusantara.  Selain  itu,  bahasa  Melayu  digunakan  sebagai  penghubung
                      antarsuku,  antarpulau,  antarpedagang,  dan  antarkerajaan.  Perkembangan

                      bahasa  Melayu  di  wilayah  Nusantara  memengaruhi  dan  mendorong

                      tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia. Oleh
                      karena  itu,  para  pemuda  Indonesia  yang  tergabung  dalam  perkumpulan

                      pergerakan  secara  sadar  mengangkat  bahasa  Melayu  menjadi  bahasa
                      Indonesia dan bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah

                      Pemuda,  28  Oktober  1928).  Bahasa  Indonesia  diakui  secara  yuridis  pada

                      tanggal  18  Agustus  1945,  sedangkan  secara  sosiologis  bahasa  Indonesia
                      resmi diakui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga

                      sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda, yaitu “Kami putra dan putri
                      Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”

                             Terpilihnya bahasa Melayu Riau sebagai bahasa persatuan Republik

                      Indonesia tidak terlepas dari berbagai macam pertimbangan. Pertimbangan
                      tersebut yaitu:

                      1.  Bahasa  Melayu  sudah  merupakan  lingua  franca  di  Indonesia.  Untuk
                         menghubungkan satu daerah ke daerah yang lain, masyarakat Indonesia

                         menggunakan  bahasa  Melayu  sebagai  alat  berkomunikasinya.
                         Pedagang pun menjajakan dagangannya dengan menggunakan bahasa

                         Melayu.

                      2.  Sistem  bahasa  Melayu  sederhana,  mudah  dipelajari  karena  dalam
                         bahasa  Melayu  tidak  mengenal  tingkatan  bahasa  (bahasa  kasar  dan

                         bahasa  halus).  Bahasa  Jawa  dan  bahasa  Sunda  mengenal  tingkatan
                         bahasa  (unggah-ungguh)  di  dalam  menuturkannya.  Ketika  orang  Jawa

                         berbicara maka ia harus melihat status lawan tuturnya apakah itu sebaya
                         atau lebih tua darinya. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan leksem

                         apa  yang  ia  gunakan  untuk  bertutur.  Jika  diksi  yang  penutur  gunakan

                         tidak  sesuai  dengan  kaidah  maka  lawan  tutur  akan  menganggapnya
                         tidak sopan atau tidak mengerti etika berbahasa.







                                                 Modul 2- Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia   31
   1   2   3   4   5   6   7