Page 212 - Artikel Prosiding SEMNAS PGSD UMC 2022
P. 212
dan negara. Seseorang yang berkarakter baik, maka ia mampu membuat keputusan dan siap
mempertanggung jawabkannya. Karakter senantiasa dikaitkan dengan perilaku seseorang dalam
hubungannya dengan tuhan, diri sendiri, sesama, lingkungan, kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan menurut norma yang berlaku. Dengan demikian,
karakter merupakan representasi dari nilai-nilai baik seseorang yang ditampilkan dalam perilaku
atau sikap sehari-hari, dengan siapa, dimana dan dalam kegiatan apa.
Karakter menurut Lickona (1991:22) adalah sifat alami seseorang dalam merespon situasi
secara bermoral. Pendidikan karakter menurut Lickona adalah pendidikan untuk membentuk
kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tingkah nyata
seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain,
kerja keras dan sebagainya.
Karakter seseorang ditumbuhkan, ditanamkan dan dikuatkan dalam waktu yang cukup
lama. Untuk itu, pendidikan karakter umumnya dimulai dalam keluarga. Keluarga merupakan
pondasi utama dalam membangun karakter anak (Lestari, 2013). Namun apa yang terjadi saat ini,
banyak keluarga yang mengalihkan perannya kepada asisten rumah tangga atau pengasuh anak dan
lembaga pendidikan karena tuntutan pekerjaan. Orang tua tidak mampu sepenuhnya melaksanakan
perannya mendidik anak. Akibat perubahan zaman ini, mau tidak mau sekolah berupaya untuk
mewujudkan harapan orang tua dan masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang membentuk
anak tidak hanya cerdas namun juga berkarakter.
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggara dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
pada siswa secara utuh, terpadu dan seimbang yang disesuaikan dengan standar kompetensi
lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan siswa mampu mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya dalam mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia dalam perilaku sehari-hari. Sekolah sebagai lembaga formal penyelenggara
pendidikan, memiliki tiga suntuk menanamkan pendidikan karakter bagi generasi penerus bangsa.
Hidayat (2012) menjelaskan bahwa keberhasilan dalam proses pembentukan karakter lulusan suatu
satuan pendidikan, akan ditentukan bukan oleh kekuatan proses pembelajaran, tetapi akan
ditentukan oleh kekuatan manajemennya, yang mengandung pengertian karakter lulusan memiliki
ketergantungan kuat terhadap kualitas manajemen sekolahnya. Hal ini disebabkan karena proses
pembentukan karakter harus terintegrasi ke dalam berbagai bentuk kegiatan sekolah.
Pembelajaran melalui observasi tersebut merupakan salah satu bentuk pembelajaran
kontekstual. Suprijono (2009) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual memusatkan pada
bagaimana siswa mengerti makna dan manfaat dari materi yang dipelajari. Hal ini diperkuat
pendapat Syukri (2010) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi terlaksananya nilai- nilai karakter
bangsa. Dari segi pembelajaran, kegiatan belajar outdoor ini dapat menjadikan pembelajaran lebih
bermakna dan berkesan.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang didasari oleh nilai-nilai kebaikan
yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang
cukup lama (secara turun temurun) oleh kelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu
yang menjadi tempat tinggal mereka. Kearifan lokal memiliki hubungan yang erat dengan
kebudayaan tradisional pada suatu tempat, dalam kearifan lokal tersebut banyak mengandung suatu
pandangan maupun aturan dalam menentukan suatu tindakan seperti perilaku masyarakat sehari-
hari. Kearifan lokal yang diajarkan turun temurun tersebut merupakan kebudayaan yang patut
dijaga, masing-masing wilayah memiliki kebudayaan sebagai ciri khasnya dan terdapat kearifan
lokal yang terkandung di dalamnya.
203