Page 160 - E- MODUL BIOLOGI BERBASIS SOCIO SCIENTIFIK ISSUE KELAS XI
P. 160
buat semua perempuan, meminimalisir beban mental, ekonomi, dan risiko kematian
yang menghantui mereka,” ujar psikolog Ninuk Widyantoro.
Kendati memicu debat tanpa akhir, Indonesia sesungguhnya pernah
mencatatkan dukungan terhadap layanan aborsi
aman. Dalam satu seminar di Jakarta pada 1973,
para dokter kandungan sepakat menurunkan
angka kematian ibu lantaran dipicu salah
satunya oleh praktik aborsi tak aman. Klinik
infeksius di sejumlah rumah sakit saat itu
dipenuhi perempuan muda, korban dukun
aborsi. Kematian karena infeksi abortus jadi hal
lumrah. “Di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, kapasitas ruangan yang berisi
30 orang, 75-90 persennya infeksi pasien abortus
tak aman,” ujar dr. Suryono menggambarkan
kondisi kesehatan perempuan saat itu. “Dukun-
dukun aborsi menusuk peranakan dengan jari-
jari sepeda, pelintir tali pusatnya, lalu ditarik keluar, istilahnya mancing,” ujarnya.
Mencari jalan keluar, para dokter sepakat menyediakan fasilitas aborsi aman.
Tujuannya, agar tak ada lagi perempuan yang harus mati sia-sia karena mendatangi
dukun-dukun aborsi.
Perdebatannya saat itu kelompok dokter anti-aborsi memandang solusi tersebut
melanggar kode etik, apalagi sumpah Hippokrates secara gamblang melarang
pengguguran kandungan.Tapi, kondisi darurat membikin suara anti-aborsi
mengalah. Masalah selanjutnya soal perlindungan hukum; belum ada produk hukum
khusus tentang aborsi. Artinya, para dokter yang berpraktik aborsi aman bisa
dipidana sewaktu-waktu. Tapi, Ali Said sebagai jaksa agung saat itu bersedia
membuat surat edaran, yang intinya menjamin pengabaian hukum untuk para dokter
yang melakukan aborsi aman. ingkat cerita, program aborsi aman yang dinamakan
“Save Motherhood” berjalan serentak di banyak daerah. Dalam sehari, program ini bisa
menerima lebih dari 150 pasien. Jumlah pasien di ruangan-ruangan infeksi perlahan
Sistem Repoduksi | 148