Page 47 - E-book kelas 6
P. 47
Ia banyak mempunyai pembantu dan pelayan, serta memiliki banyak gajah, kuda,
kereta, lembu dan domba yang juga tak terhingga jumlahnya. Penghasilan dan modalnya
tersebar di negeri-negeri lain, pedagang dan langganannya pun luar biasa banyaknya.
Suatu hari, si anak malang mengembara dari desa ke desa dan menjelajahi banyak
negeri dan kota hingga akhirnya sampailah dia pada suatu kota di mana ayahnya tinggal.
Sang ayah selalu memikirkan anaknya. Sang anak telah berpisah darinya selama puluhan
tahun. Namun demikian, belum pernah ia membicarakan hal ini dengan orang lain. Ia
selalu merenung sendiri dan selalu menyimpan penyesalannya dalam hati, dan berpikir,
“Saya sudah tua dan sudah lanjut usia. Saya memiliki banyak kekayaan emas, perak,
permata, lumbung serta harta benda yang melimpah-limpah, tetapi saya tidak berputra.
Suatu hari nanti, saat akhir hayat saya tiba, kekayaan ini akan berceceran dan hilang
karena tiada seorang pun yang akan mewarisinya. Seandainya aku bisa mendapatkan
anakku kembali dan memberikan kekayaanku kepadanya, betapa puas dan gembiranya
hatiku tanpa adanya kekhawatiran lagi.”
Sementara itu, tanpa diduga si anak malang
yang bekerja di sana sini sampailah ia di kediaman
ayahnya. Sambil berdiri di ambang pintu, ia melihat
dari kejauhan kalau ada seorang tua yang sedang
duduk di sebuah kursi berbentuk singa dan kakinya
di atas penunjang kaki bertahtakan manikam, serta
tubuhnya berhiaskan untaian mutiara yang sangat
mahal. Orang tua itu selalu dipuja dan dikelilingi
oleh para Brahmana, Kesatria dan penduduk.
Demikian mulia dan agung martabatnya.
Melihat orang tua yang memiliki kekuasaan
yang sedemikian besarnya, si anak malang itu
tercekam oleh perasaan takut dan menyesal bahwa
ia telah datang ke tempat ini, sehingga diam-diam
Sumber: Dokumen Kemdikbud ia berpikir, “Tentunya ia seorang raja atau seorang
Gambar 3.4 Orang tua yang kaya raya keturunan raja, dan ini bukanlah tempat bagi saya
dan anaknya yang malang
untuk bekerja. Lebih baik saya pergi ke dusun-
dusun kecil di mana ada tempat bagiku untuk
bekerja. Jika saya berlama-lama di sini, mungkin
saya akan dianiaya dan dipaksakan bekerja.”
Setelah berpikir demikian, ia segera pergi. Tetapi pada saat itu, orang tua yang tengah
duduk di kursi singa, yang tidak lain adalah ayah si anak malang tersebut, telah mengenali
anaknya pada pandangan pertama. Dengan kegembiraan yang luar biasa dalam hati, ia
berpikir, “Sekarang aku telah menemukan seseorang kepada siapa harta kekayaanku akan
kuwariskan. Selalu aku pikirkan anakku ini tanpa dapat menemuinya, tetapi tiba-tiba ia
telah datang sendiri dan rasa rinduku telah terobati. Meskipun telah lanjut usianya, aku
tetap merindukannya.” Dengan segera ia memutuskan para utusannya untuk mengejar
dan membawanya kembali. Si anak malang itu menjadi terkejut dan ketakutan, serta
dengan keras berteriak membantah, “Saya tidak mengganggu kalian, mengapa saya
harus ditangkap?”
Agama Buddha dan Budi Pekerti 41