Page 3 - BAB 3 : DEMOKRASI TERPIMPIN
P. 3
Berlakunya kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959
diterima baik oleh rakyat Indonesia, bahkan DPR menyatakan diri
bersedia untuk bekerja atas dasar UUD 1945. Dengan dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, berakhirlah Demokrasi Liberal dan
digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demikian pula mulai saat itu,
sistem Kabinet Parlementer ditinggalkan dan diganti menjadi Kabinet
Presidensial.
Pemerintahan Demokrasi Terpimpin
bertujuan untuk menata kembali
kehidupan politik dan pemerintahan
yang tidak stabil pada masa Demokrasi
Liberal berdasarkan UUD 1945. Namun
pada perkembangannya, pada masa
Demokrasi Terpimpin, justru terjadi
pelanggaran-pelanggaran terhadap UUD
1945 dan pemerintah cenderung
menjadi sentralistik karena terpusat
pada Presiden saja. Kondisi tersebut
menjadikan posisi Presiden sangat kuat
dan berkuasa. Bentuk-bentuk
pelanggaran terhadap UUD 1945 pada
masa Demokrasi Terpimpin di antaranya
adalah sebagai berikut.
1). Prosedur pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) karena anggota MPRS diangkat oleh Presiden, seharusnya
dipilih melalui pemilu.
2). Prosedur pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS), karena lembaga ini anggotanya ditunjuk oleh Presiden dan
diketuai oleh Presiden. Padahal, tugas dari DPAS adalah memberi
jawaban atas pertanyaan presiden dan memberi usulan kepada
pemerintah.
3). Prosedur pembentukan Dewan Permusyawaratan Rakyat Gotong
Royong (DPRGR), karena anggota DPRGR ditunjuk oleh Presiden dan
DPR hasil pemilu 1955 justru dibubarkan oleh Presiden. Padahal,
kedudukan DPR dan presiden adalah seimbang. Presiden tidak dapat
membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat memberhentikan
Presiden.