Page 62 - Bibliografi Beranotasi Karya Tjipto Mangoenkoesoemo
P. 62
Tjipto Mangoenkoesoemo
“Baarsche en Barbaarsche Brieven. Rijpheid (XVIII)”
De Expres, Thn. 3, No. 62, 16 Maret 1914, Lembar Pertama
De Eerste Bandoengsche Publicatie Maatschappij: Bandung
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Kapan kita menjadi dewasa ketika kita masih di bawah
rezim kolonial Belanda? Itulah yang diperdebatkan di
dalam pikiran Tjipto. Ia berimajinasi atas orang-orang yang
mampu menyatakan suaranya. Belanda adalah contoh
negara berdaulat di Eropa, terangnya. Di sini orangorang
bisa meminta haknya. Seperti yang telah kita saksikan,
di mana diadakan pertemuan untuk hak pilih perempuan
di Istana. Dimulai dengan parade besarbesaran, para
perempuan berdemonstrasi dan menyatakan suara mereka.
Perjuangan hak pilih hampir sama di setiap dunia, tak
terkecuali perjuangan penduduk pribumi di negara kita.
Yakni sama-sama membutuhkan gabungan barisan untuk
menyatukan kekuatan. Tapi bagaimanapun─tukas Tjipto
atas penjelasannya sendiri─bahwa keadaan ini sangat
berbeda di Hindia. Sebagian besar wilayah di Hindia sudah
dikoloni. Penduduk tidak memiliki hak untuk menentukan
pilihannya sendiri, sebagaimana status mereka sebagai
kawula negara kolonial.
50 Bibliografi Beranotasi Karya
Tjipto Mangoenkoesoemo