Page 53 - MANHAJ MEMAHAMI SUNNAH
P. 53

1
                Merujuk  pada  pernyataan  Imam  Syafi’i ,  dia  menyatakan
            bahwa bid’ah itu ada yang terpuji dan yang tercela.


               َّوُهَّف َّةَّ نُ سلا َّقَّفاَّو اَّمَّف ٌةَّموُمْذَّمَّو ٌةَّدوُمْحَّم ِناَّتَّعْدِب ُةَّعْدِبْلا ُ يِعِفاَّ شلا َّلاَّق
                       )    253  / 13  رجح نبلا يرابلا  حتف(     ٌ موُمْذَّم َّوُهَّف اَّهَّفَّلاَّخ اَّمَّو ٌدوُمْحَّم


            Imam Syafi’i berkata: bid’ah terbagi dua yaitu mahmudah (terpuji)
            dan madzmumah (tercela). Bid’ah yang susuai dengan sunnah adalah
            bid’ah terpuji, sedang bid’ah yang menyalahi sunnah adalah bid’ah
            tercela.
                Sehubungan  dengan  ungkapan  Imam  Syafi’i  ini  muncul

            pertanyaan: bagaimana mungkin ada bid’ah yang sesuai dengan

            sunnah, bukankah bid’ah itu lawan sunnah?

                Pertanyaan ini melahirkan pertanyaan balik: Siapakah yang

            berpandangan bahwa bid’ah itu lawan sunnah?

                Dalam hal ini, penulis merasa terpanggil untuk mengajukan

            pemikiran alternatif tentang apakah lawan dari bid’ah?.


                Hampir  disepakati  bahwa  bid’ah  adalah  ‘perbuatan  yang
            dikerjakan tanpa contoh sebelumnya’. Apakah dapat dipastikan

            bahwa lawan sunnah adalah bid’ah? Padahal berdasarkan dua

            hadits di atas ada sunnah yang disematkan kepada lafazh     ن َ م

            man (siapa saja), artinya sunnah adalah apa yang dia tetapkan
            lalu diikuti pihak lain.



            1  Al Asqlani, Ibnu Hajar, Fat-hul Bari, jld XIII hal 253.
                                          46
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58