Page 76 - MAJALAH 151
P. 76

WISATA


                                                                                mengiringi langkah kami yang lamban.
                                                                                   Saat sedang mengatur napas,  eh...  di
                                                                                depan kami ada tiga bocah laki-laki yang
                                                                                memikul keranjang berisi pisang sambil
                                                                                setengah berlari menanjak seolah hanya
                                                                                mengangkut kapas. Wuaw, kuat amaaatt!
                                                                                   Yap, sepanjang perjalanan, kami sering
                                                                                berpapasan dengan masyarakat Baduy
                                                                                yang mengangkut hasil berladang. Mereka
                                                                                melangkah dengan riang dan tanpa peluh.
                                                                                Sementara napas kami tersengal-sengal,
                                                                                kaki terasa pegal.
                                                                                   Teman saya yang bertubuh agak
                                                                                tambun beberapa kali tertinggal di belakang.
               Hidup Harmonis                                                   ”Kang, berapa lama lagi jalannya?” tanya
                                                                                dia kepada Ako. Yang ditanya menjawab
                                 dengan Alam                                    dengan senyum, ”Ini udah sepertiga
                                                                                perjalanan,” katanya. Apa? Berarti masih
                                                                                panjang dong.
                         Berinteraksi dengan                                    warga Baduy dengan kelapa-kelapa yang
                                                                                   Tiba-tiba di depan terlihat seorang

                      Masyarakat Adat Baduy                                     baru dipetik. Seperti menemukan oase di
                                                                                padang gurun, kami langsung membeli
                                                                                kelapa itu. Duduk di dipan bambu sambil
                                                                                meluruskan kaki sejenak, kami menikmati
              Cerita tentang Baduy sudah       desa lain. Tapi, kabar baiknya, putra pak   segarnya air kelapa.
              sering saya dengar dari          Jaro bersedia mengantar kami menuju   Ako bercerita, masyarakat adat Baduy
              beberapa  teman yang sudah       Kampung  Gajeboh, yang  bisa ditempuh   terbagi atas dua, yaitu Baduy Dalam dan
              lebih dulu ke sana. Mereka       dengan berjalan kaki sekitar satu jam.   Baduy Luar. Masyarakat Baduy Dalam
              kerap membawakan gelang-         Sebenarnya sejak dari terminal, sudah   masih menjaga adat istiadatnya dengan
              gelang cantik  dan syal hasil    banyak yang menawarkan jasa pemandu   kukuh, sedangkan Baduy Luar juga
              tenun masyarakat  Baduy.         trekking. Tapi, bakal lebih seru kalau yang   menjaga kearifan lokal namun sudah lebih
              Akhirnya,  saya penasaran        mengantar orang Baduy-nya sendiri, kan?  berbaur dengan masyarakat sekitar.
              ingin berkunjung langsung.          Perjalanan pun dimulai. Menyusuri   Baduy Dalam tidak beralas kaki, ke
                                               jalanan setapak dengan pepohonan di kiri   mana-mana  ditempuh  dengan berjalan,
                                               dan kanan. Suara air sungai yang mengalir   pakaiannya hanya hitam atau putih,
                   agi  yang  cerah  menyambut  dan gesekan daun yang diterpa angin   dan tidak memiliki peralatan berbau
                   kami  begitu  sampai  di  terminal   menjadi backsound perjalanan kami. Setiap   teknologi. Kalau  Baduy Luar pakaiannya
              PCiboleger, Lebak, Banten. Terminal   orang yang berpapasan dengan kami selalu   lebih beragam dan sudah banyak yang
              itu merupakan pintu masuk menuju   menyapa Ako, guide kami. Sepertinya dia   menggunakan ponsel. Dia sendiri termasuk
              pemukiman masyarakat adat Baduy di   cukup populer di sini. Ya iya dong, dia kan   masyarakat Baduy Luar.
              desa Kanekes. Setelah menyempatkan   putra Jaro. Hehehe.             ”Hayuk,  lanjut,”  kata  Ako,
              sarapan dan ngopi, saya dan seorang teman   Baru  beberapa  menit  berjalan,  menyadarkan kami kalau perjalanan baru
              bergegas menuju rumah pak Jaro Saija. Jaro   kami sudah disuguhi track yang cukup   ditempuh separo. Setelah melewati dua
              merupakan  sebutan  masyarakat  Baduy   menantang. Tanjakan yang bikin ngos-  jembatan titian dari bambu yang bikin agak
              untuk kepala desa.               ngosan, disambung turunan curam yang   berdebar, tampak rumah-rumah panggung
                 Kami ditemui sang istri. Ternyata, pak   membuat saya berusaha mempertahankan   khas  Baduy.  Beberapa  perempuan
              Jaro sedang menghadiri undangan warga   keseimbangan.  Ako  dengan  sabar  menenun di beranda.



              76  | PARLEMENTARIA n Edisi : 151 TH. XLVII 2017
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80