Page 77 - MAJALAH 151
P. 77
Mereka juga menjadikan beranda masuk wilayah Baduy
rumah sebagai ”galeri” untuk menjual Dalam, semua peralatan
hasil tangan mereka. Mulai syal, kain, kamera harus disimpan
sarung, hingga aksesori seperti gelang dan karena tidak diperbolehkan
gantungan kunci. Bentuknya sederhana mengambil gambar.
tapi memikat. Saya membeli beberapa syal Kalau ingin
dan gelang cantik. Dari seorang ibu, saya melanjutkan trekking ke
mendapat cerita, di Baduy anak perempuan Baduy Dalam, masih
sudah diajari menenun sejak usianya sekitar sekitar 3 jam lagi dari situ.
10 tahun. Hmm... rasanya kami perlu persiapan fisik ditolak.
Rupanya kami sudah sampai di yang lebih baik kalau ingin sampai ke sana. Ketulusan dan sikap yang bersahaja itu
Kampung Gajeboh. Sekitar 200 meter dari Tepat saat menyebrangi jembatan kembali, merupakan gambaran masyarakat Baduy.
rumah-rumah penduduk, ada jembatan hujan mendadak turun. Padahal, tadinya Sederhana, hidup harmonis dengan alam,
titian dari bambu. Aliran air di bawahnya cuaca cerah. Akhirnya kami berteduh di membuat mereka tidak pernah khawatir
cukup deras. Saya melihat beberapa orang rumah salah satu warga. Kebetulan, ada kekurangan. Juga, membuat mereka terlihat
melewati jembatan itu sambil memikul pedagang bakso yang juga berteduh di lebih muda dari usianya. (Hendra – Photo
pisang. Satu-dua dari mereka berpakaian situ. Perut yang kelaparan setelah dua jam Journalist Jawa Pos)
hitam, mengenakan ikat kepala putih, dan trekking akhirnya terisi.
tanpa menggunakan alas kaki. Mereka Yap, ada bakso di Baduy. Pedagangnya Menuju Baduy
adalah masyarakat Baduy Dalam. merupakan warga Ciboleger (dekat - Dari Jakarta bisa ditempuh dengan
Akhirnya saya memberanikan diri terminal) yang membawa pikulan berisi kendaraan pribadi menuju Ciboleger. Atau
menyebranginya. Di sisi seberang terdapat bakso dan perlengkapannya. Dia juga naik kereta dari stasiun Tanah Abang ke
bangunan seperti rumah, tapi lebih kecil. menempuh track yang sama dengan kami. Rangkasbitung (bisa juga naik bus dari
”Ini lumbung padi. Hasil panen masyarakat ”Sudah biasa setiap hari naik ke Gajeboh,” Kampung Rambutan). Kemudian naik angkot
dikumpulkan di sini,” tutur Ako. Kami tuturnya. ke terminal Aweh, dilanjutkan dengan mobil elf
mengabadikan beberapa foto di sana. Cukup lama kami berteduh hingga menuju Ciboleger, pintu masuk menuju Baduy.
Kampung Gajeboh masih termasuk hujan mereda. Meski masih agak gerimis, - Dari Ciboleger, berbekal kaki yang
kawasan Baduy Luar. Di wilayah Baduy kami memutuskan turun. Jalanan yang kuat, bersiaplah menikmati trekking menuju
Luar masih boleh berfoto, namun apabila licin membuat kami harus ekstra berhati- pemukiman masyarakat adat Baduy :)
suda h hati ketika melangkah. Dalam
perjalanan kembali itu, kami Bekal Jalan
bertemu banyak pengunjung yang - Agar aman dan nyamansepanjang
baru sampai ke Gajeboh. Gajeboh perjalanan, pakai sepatu trekking atau sandal
memang kerap jadi jujugan bagi gunung.
pengunjung yang belum sanggup - Sebelum menuju pemukiman masyarakat
trekking sampai ke Baduy Dalam. Baduy, melaporlah terlebih dulu Jaro (ketua
Meski kaki terasa pegal, warga). Gunakan jasa pemandu masyarakat
tapi perjalanan ini menerbitkan Baduy agar mendapat informasi yang lebih
perasaan teduh yang sulit mendalam.
didapatkan di kota yang - Pastikan kondisi tubuh sedang fit karena
penuh polusi udara dan bising akan menempuh track yang ”lumayan”, ada
kendaraan. Setibanya di rumah tanjakan dan turunan curam.
Ako, ternyata kami disambut - Tak perlu bawa barang berlebihan saat
tempe, ikan asin, sambal dan trekking. Air minum jangan lupa.
nasi hangat masakan istri - Bawa tisu basah, tisu kering, obat-
Ako. Keluarga muda ini obatan pribadi, jas hujan jika datang saat musim
menawarkan untuk makan penghujan, senterdan jaket jika bermalam.
bersama. Tawaran yang sulit n(hendra)
Edisi : 151 TH. XLVII 2017 n PARLEMENTARIA | 77