Page 34 - MAJALAH 173
P. 34

pr O fi L




                 Pasang Surut Kehidupan                                            mewujudkan mimpinya tersebut,

                                                                                   sehingga bisa dikatakan Sudiro
                 sang anak Desa                                                    tidak pernah alpa untuk pergi ke
                                                                                   sekolah.
                                                                                     Pagi hari dengan kaki telanjang
                                                                                   alias nyeker dan tanpa tas
                                                                                   sekolah, begitulah keseharian
                 Banyak jalan menuju Roma. Banyak cara yang bisa dilakukan         Sudiro ketika hendak pergi ke
                 untuk mengabdi pada negeri Indonesia tercinta ini. Begitu prinsip   sekolah. Baru kemudian setelah
                 hidup Sudiro asno, salah satu putra daerah dari desa tertinggal di   duduk di kelas tiga SD Negeri
                                                                                   Bodas, sang bunda membelikan
                 Indramayu yang kini menjadi Politisi dari Fraksi Hanura sekaligus   Sudiro sendal jepit, mengingat
                 Wakil Ketua Badan legislasi (Baleg) DPR RI. Berikut kisah yang
                 dipaparkannya pada ayu dan Kresno dari Parlementaria.




                         esa Bodas Kecamatan      masuk sekolah, terlebih Sudiro
                         Tukdana, yang berjarak   merupakan anak laki satu-satunya
                         40 kilometer dari kota   di keluarga itu. Kakak dan kedua
                         Indramayu Jawa Barat,    adiknya semuanya perempuan.
                Dpuluhan tahun silam              Tak berlebihan jika
                 masih menjadi desa terpencil.    sejak saat itu Sudiro
                 Kehidupan masyarakat setempat    bercita-cita ingin
                 ketika itu masih jauh dari kata   menjadi seorang
                 layak. Dari cara berpakaian      dokter. Ia bertekad
                 misalnya, masih menggunakan      untuk bisa
                 kemben (kain atau jarik yang
                 dilibatkan sedada-red). Bahkan
                 desa tersebut baru dialiri listrik
                 sekitar tahun 1990-an. Ya,
                 sangat terbelakang dan sangat
                 memprihatinkan. Tak heran jika
                 pendidikan bagi masyarakat desa
                 tersebut bukan menjadi hal yang
                 utama. Namun hal tersebut tidak
                 berlaku bagi pasangan Asno,
                 seorang guru dan Unah, petani
                 garapan yang buta huruf.          Sudiro Asno.
                                                   Foto: Kresno
                 sekolah nyekeR
                 Asno dan Unah menilai pendidikan
                 akan merubah nasib mereka.
                 Alhasil pasangan ini pun selalu
                 menomorsatukan pendidikan bagi
                 anak-anaknya, termasuk Sudiro.
                  Meski setiap harinya hanya
                 mengonsumsi nasi murni
                 dicampur dengan jagung  (karena
                 saat itu nasi masih sangat
                 mahal) dengan lauk ikan asin
                 ditambah sayur daun singkong,
                 namun Sudiro tetap diwajibkan



                  34     parlEmEnTaria      Edisi 173      TH. 2019
   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39