Page 35 - MAJALAH 173
P. 35

pr O fi L






                 sepanjang jalan menuju
                 sekolahnya jika hujan sangat
                 becek. Semangat Sudiro itu tak
                 sama dengan teman-teman
                 sebayanya. Memasuki kelas 5,
                 siswa sekolah tersebut tinggal
                 menyisakan dua orang lagi yaitu
                 Sudiro dan seorang temannya.
                 Kondisi tersebut mengharuskan
                 keduanya dipindahkan ke sekolah
                 lain yakni SD Negeri Gadel
                 yang berada di desa tetangga.
                 Kebetulan kepala sekolah
                 tersebut tak lain teman ayah
                 Sudiro yang juga seorang guru.   Sudiro Asno bersama Anggota Baleg DPR RI.
                  “Saya sekolah nyeker-ker…
                 dengan kaki terbuka tanpa alas   sepedanya dari rumah sampai      dokter yang bisa menyembuhkan
                 kaki. Sandal juga tidak punya,   jembatan yang menghubungkan      dan menolong orang sakit.
                 apalagi sepatu. Kelas tiga SD saya   ke desa sebelah, lokasi sekolah   Tak ada usaha yang sia-sia,
                 baru dibelikan sandal oleh ibu   saya. Lewat jembatan saya cuci   perjuangan Sudino dalam mencari
                 saya, karena sepanjang jalan itu   kaki, lepas sandal jepit dan ganti   ilmu plus menggapai mimpi
                 kalau hujan becek sekali. Tapi   sepatu karet, baru kemudian saya   berbuah hasil, sejak SD hingga
                 di kelas 5 SD saya harus pindah   naiki sepeda melewati jalan-    SMA ia berhasil menjadi bintang
                 sekolah karena teman-teman       jalan berbatu, terjal dan beberapa   pelajar (juara kelas).
                 saya banyak yang memutuskan      bagian tetap masih ada yang becek   “Bukan saya tidak menghargai
                 berhenti sekolah. Mereka lebih   juga. Namun kalau musim hujan    profesi Petani. Petani juga profesi
                 memilih membantu orangtuanya     terus menerus tiba, kondisi jalan   mulia namun saya ingin berbeda
                 bekerja di sawah,”kisah Sudiro.  semakin parah dan sangat beresiko   dari orangtua dan orang-orang
                  Pulang sekolah ia membantu      bagi saya untuk tetap melanjutkan   sekampung saya. Saya ingin
                 ayahnya menggembala kambing      perjalanan itu. Jadi kedua orangtua   menaikan derajat hidup keluarga
                 dan bebek. Tak jarang diselingi   saya menyuruh saya untuk kost di   saya,”tegasnya.
                 dengan mandi dan bermain air     dekat sekolah,” aku pria kelahiran   Singkat cerita ia mengikuti
                 di Kali Cimanuk dan Cipelang.    9 Agustus 1957 ini.              SIPENMARU (Seleksi Penerimaan
                 Kehidupan yang sederhana namun     Lulus SMP Sudiro melanjutkan   Mahasiswa Baru). Sayangnya,
                 cukup membahagiakan untuk        sekolahnya ke SMA Negeri di      entah kenapa ketika memilih
                 anak seusianya ketika itu. Tahun   Kabupaten Indramayu. Sebuah    fakultas atau jurusan, pilihannya
                 1970 Sudiro berhasil menamatkan   langkah yang sangat jarang      bukan kedokteran, melainkan
                 pendidikan dasarnya. Ia pun      dilakukan oleh masyarakat        fakultas MIPA jurusan matematika
                 melanjutkan sekolah di SMP Negeri   di desanya tersebut. Niatnya   dan Fakultas ekonomi tepatnya
                 Bonga Dua, Wanasari yang berjarak   kuat untuk keluar dari tradisi   jurusan akutansi. Ia pun
                 sekitar 12 Kilometer dari rumahnya.   masyarakat di desanya yang   memilih fakultas ekonomi.
                 Karena ketiadaan alat transportasi   mewariskan profesi sebagai petani   Alasannya simpel karena ilmu
                 di desa tersebut, jadilah ia jalan   kepada anak cucunya. Walaupun   ekonomi bisa digunakan di
                 kaki untuk sampai ke sekolahnya.   menjadi seorang petani bukan   segala bidang kehidupan.
                 Namun itu tak berlangsung        pekerjaan hina, namun melihat
                 lama. Ayah Sudiro kemudian       rutinitas petani termasuk ayahnya   karir anak dari seorang
                 membelikannya sepeda bekas       yang juga menyambi bertani, pergi   Buta huruf
                 untuk dipakai Sudiro sekolah.    pagi dan pulang senja dengan     Terbiasa hidup prihatin di
                  “SMP saya sekolah naik sepeda,   pakaian yang selalu kotor tersebut,   Kampungnya, bahkan hidup
                 namun kalau hujan, sepeda        tapi penghasilan tidak mencukupi,   jauh dari orang tua telah
                 yang naik saya. Karena tidak     membuat Ia bertekad untuk keluar   dijalani Sudiro sejak SMP, hal itu
                 bisa melewati jalan becek sambil   dari tradisi tersebut. Terlebih   membuatnya tak canggung lagi
                 mengayuh sepeda. Saya panggul    ia ingin sekali menjadi seorang   untuk menjalani hari-harinya



                                                                            TH. 2019      Edisi 173      parlEmEnTaria        35
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40