Page 2 - MAJALAH 82
P. 2

tunggal dengan tujuan untuk meligi-
            timasi kekuasaan. Pada masa itu, oleh
            berbagai kalangan, bahkan penguasa,
            Pancasila  seringkali  dijadikan  se-
            bagai alat pukul politik (political ham-
            mer)  terhadap  perbedaan  pendapat
            atau pandangan. Untuk melegitimasi
            kekuasaan,  ditetapkan  TAP  MPR  No.
            V/MPR/1973  dan  TAP  MPR  No.  IX/
            MPR/1978  yang  menegaskan  secara
            formal  bahwa  “Pancasila  sebagai
            sumber  hukum  dari  segala  sumber
            hukum atau sumber tertib hukum di
            Indonesia”.  Untuk  menguatkan  le-
            gitimasi kekuasaan pula, dilakukanlah
            Penataran  P4  (yang  ditetapkan  me-
            lalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978
            tentang   Pedoman    Penghayatan
            Pengamalan  Pancasila/Eka  Prasetya
            Pancakarsa)  dan  penetapan  tentang
            Penegasan  Pancasila  sebagai  Dasar
            Negara,  yang  pada  akhirnya  me-
            munculkan  penafsiran  tunggal  atas
            azas Pancasila. UU. No. 8 tahun 1985
            Tentang  Organisasi  Kemasyarakatan,
            yang  mewajibkan  setiap  Organisasi
            Kemasyarakatan untuk menggunakan
            satu  azas,  yaitu  azas  Pancasila  pada
            akhirnya  memecah  beberapa  Ormas,
            karena pada dasarnya mereka sudah
            memiliki  azas  organisasi  misalnya
            azas  agama  (azas  islam,  Kristen  dll),
            azas nasionalis dan sebagainya.
                Pada  Era  Reformasi,  kesadaran
            terhadap  arti  penting  Pancasila  dija-
            dikan pertimbangan untuk mencabut
            berbagai TAP tersebut. Keluarnya TAP
            MPR  No.  XVIII/MPR/1998  tentang
            pencabutan TAP MPR No. II/MPR/1978
            tentang  P4/  Eka  Prasetya  Pancakar-
            sa  dan  tidak  berlaku  lagi  TAP  MPR
            No.  V/MPR/1973  dan  TAP  MPR  No.
            IX/MPR/1978,  membuktikan  bahwa
            penafsiran  terhadap  cita-cita  negara
            Pancasila memang perlu direvitalisasi
            kembali. Namun demikian, mengingat
            era  reformasi  mengagungkan  sema-
            ngat demokratisasi, keterbukaan dan
            kebebasan, spirit dasar Pancasila ha-
            rus tetap dijaga. Spirit Pancasila yang
            dimaksud  adalah  bahwa  perbedaan
            itu  bisa  benar-benar  diwujudkan  se-
            bagai sebuah rahmat Tuhan, sehingga
            perbedaan  yang  ada  bukan  menjadi






                                                                              | PARLEMENTARIA  |  Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
                                                                                                   TH. XLII, 201 |
                                                                                        ARIA |
    | PARLEMENTARIA |  Edisi 82 TH. XLII, 2011 || PARLEMENTARIA |  Edisi 82 TH. XLII, 2011 |
                                                                              |
                                                                                             Edisi 82

                                                                                                             1
                                                                               ARLEMENT
                                                                              P
   1   2   3   4   5   6   7