Page 54 - MAJALAH 113
P. 54
jadi kegemarannya.
Mengawali pendidikan formal,
Hasanuddin bersekolah di SDN 5
Talaga. Bersama sahabat-sahabat
kecilnya ia biasa berjalan kaki ke
sekolah. Masa itu, bersekolah tanpa
alas kaki. Bahkan, kelasnya pun
masih berlantai tanah. Sepulang SD,
sorenya ia belajar agama di sebuah
madrasah diniyah. Begitulah
rutinitas masa kecil Hasanuddin.
Sedari kecil sudah dibekali banyak
pengetahuan. Usia SD, Hasanuddin
sudah khatam Al Quran. Tradisi
di kampungnya, acara khataman
biasanya dibarengi dengan
khitanan.
Di rumah, ayahnya mendidik
Hasanuddin kecil untuk selalu jujur
dan melarang mengambil yang
bukan haknya. Sebagai petani, di sanubari Hasanuddin. Ayahnya mas untuk mambayar jasa dokter.
ayahnya juga mengingatkan untuk juga begitu egaliter. Tidak Melihat begitu enaknya sang dokter
tidak mengkhianati alam. Misalnya, memaksakan kehendak pada putra mendapatkan uang, ia lalu bercita-
selalu menjaga sumber mata air putrinya untuk memilih jalan hidup cita ingin menjadi dokter.
dengan baik. Bila mata air hilang, tak terbaiknya. “Saya dididik sebagai
ada petani yang bisa bekerja. Sawah anak petani yang egaliter. Bapak Karena enaknya melihat profesi
merupakan sumber kehidupan saya menyampaikan, kamu mau dokter, Hasanuddin mengambil
di desa. Dalam konteks kekinian, kerja apa saja boleh, yang penting papan nama dokter dari sebuah
nasihat ayahnya itu terkait dengan bermanfaat dan jangan berkhianat klinik, lalu menempatkannya di
menjaga kelestarian lingkungan dan pada teman, saudara, dan orang tempat tukang cukur. Ia belum
tidak korupsi. lain,” katanya, mengutip petuah tahu papan nama tersebut punya
sang ayah. konsekuensi hukum. Baginya,
Nasihat tersebut terus membekas praktik dokter dan tukang cukur
Lulus SD, Hasanuddin melanjutkan hampir sama. Sekali sentuh
ke SMPN 1 Talaga. Ia tetap berjalan pelanggan, langsung mendapat
kaki ke SMP dan masih belum uang. Ketika ayahnya tahu
menggunakan alas kaki setiap kali Hasanuddin mengambil papan
ke sekolah. Di sekolah, Hasanuddin nama dokter tersebut, ia dimarahi,
sangat menyukai pelajaran al jabar seraya sang ayah tertawa melihat
yang dalam bahasa Sunda dikenal tingkah Hasanuddin.
dengan istilah raraban (hitung-
hitungan). Pelajaran tersebut Menjadi Perwira Militer
baginya menyenangkan. Senang
rasanya mengenang masa kecil di Setamat SMP, Hasanuddin melan-
kampung. jutkan ke SMAN I Majalengka. Ini
satu-satunya SMA di Kota Maja-
Ada kejadian menarik semasa SMP. lengka. Karena jauh, Hasanuddin
Syahdan, Hasanuddin berkunjung dan teman-temannya naik oplet
ke puskesmas di kampungnya. Ia untuk sampai ke sekolah. Di SMA
melihat seorang dokter sedang inilah ia baru mengenakan sepatu.
memeriksa pasiennya dengan Pulang sekolah, kadang bersama
steteskop. Sekali periksa, dokter teman-temannya naik truk yang
langsung mendapat bayaran. Itu kebetulan lewat.
kali pertama dia melihat dokter. Di
kampungnya, bila tidak punya uang, Saat duduk di kelas 3, Hasanuddin
pasien bisa memberi hasil panen sempat pindah sekolah ke Kota
seperti jagung, padi, atau ikan Magelang, Jawa Tengah. Dia pun
54 PARLEMENTARIA EDISI 113 TH. XLIV, 2014