Page 13 - Stabilitas Edisi 184 Tahun 2022
P. 13
menetapkan suku bunga utama ke level Sudah sejak kuartal terakhir 2021 lalu, (BI7DRR). Otoritas Kebon Sirih memilih
terendahnya sepanjang masa. pemerintah sudah pasang kuda-kuda menyesuaikan giro wajib minimum.
Ketika melihat perekonomiannya untuk berlari menyiapkan kebijakan Setidaknya sampai Februari.
sudah mulai pulih, The Fed berencana pemulihan ekonomi. Tetapi hasrat itu Risiko likuiditas. Meskipun bank
menormalisasi kebijakan moneternya. harus tertahan begitu mendengar adanya sentral menafikannya tetap akan
Menghentikan guyuran likuiditas rencana tersebut. menjadi hantu yang mengancam indsutri
sekaligus mulai mengerek suku bunga Pelaku bisnis menghitung ulang perbankan. Bagaimana tidak, ketika The
acuan adalah dua rencana yang sudah rencana mereka. Bahkan outlook yang Federal Reserve baru ancang-ancang
terungkap ke publik. sudah disusun menjelang tahun 2021 saja, pemilik modal sudah pasang posisi.
Bank sentral terbesar dunia itu ditutup, harus terus di-update hingga Sebagaimana dilaporkan oleh Bank
berencana mengurangi quantitative kini, mengingat ramalan waktu awal Indonesia, pada pekan keempat Februari,
easing sebesar 15 miliar dollar AS kenaikan suku bunga terus berubah. terdapat aliran modal asing yang keluar
dari pembelian rutin 120 miliar dollar Dari setidaknya delapan risiko yang (capital outflow) dari pasar keuangan
AS mulai periode awal 2022 ini. Isu mesti dimitigasi, setidaknya perhatian dalam negeri.
Lewat data transaksi yang dihimpun
Pelaku bisnis menghitung ulang rencana BI pada periode 21 Februari 2022 hingga
24 Februari 2022, nonresiden di pasar
mereka. Bahkan outlook yang sudah disusun keuangan domestik melakukan aksi jual
menjelang tahun 2021 ditutup, harus terus di- neto Rp 4,89 triliun. Angka itu didapat
dari jual neto di pasar Surat Berharga
update hingga kini, mengingat ramalan waktu Negara sebesar Rp8,23 triliun dan beli
awal kenaikan suku bunga terus berubah. neto di pasar saham sebesar Rp3,33
triliun.
Risiko operasional. Ini adalah risiko
tapering ini terus bergulir dan kini khusus diberikan kepada tiga di bawaan dalam dua atau tiga tahun
pasar bertaruh terkait peluang kenaikan antaranya, risiko pasar, risiko likuiditas, terakhir ketika di jagad keuangan marak
bunga acuan yang bakal dilakukan dan risiko operasional. praktik digitalisasi dan perbankan
lebih cepat. Kenaikan bunga lebih Risiko pasar tentu menjadi concern membentuk ini layanan digital banking.
cepat berpotensi mendorong aliran utama. Sebabnya tentu karena kenaikan Melanjutkan fenomena itu, tahun ini
modal keluar dari pasar keuangan suku bunga The Fed akan memicu diprediksi bahwa strategi itu akan
negara berkembang, termasuk kenaikan suku bunga acuan pada bank- menapaki fase selanjutnya dengan di saat
Indonesia. Selain The Fed, beberapa bank sentral lainnya di dunia, untuk bermunculan bank digital.
negara lain juga sudah lebih memulai menyeimbangkan pasar keuangan Perbankan tentu harus bersiap
excit policy. Australia, Selandia Baru, mereka. Singkatnya agar dana-dana menghadapi bermacam kemungkinan
Singapura, Korea Selatan hingga Rusia yang ada di system keuangan mereka yang muncul. Tapi tahun ini para
termasuk dalam daftar negara yang tetap bertahan. Imbas selanjutnya adalah risk manager tentu akan lebih banyak
memperketat moneternya. Hal ini untuk pada nilai tukar mereka. Tentu banyak menghitung beragam dampak dari
merespons harga-harga yang terus di antara mereka yang akan mengalami perubahan kebijakan global. Berbeda
melonjak di negara-negara tersebut. depresiasi nilai tukar. dengan dua tahun belakangan ini di
Ironisnya dampak dari langkah itu Sampai saat ini untuk memitigasi saat mereka lebih fokus pada mitigasi
malah membuat kebijakan pemulihan risiko pasar, BI belum akan merespons dari risiko yang bersumber dari faktor
ekonomi di Negara-negara lain di dunia langkah The Fed dengan menaikkan domestik, terutama hal-hal terkait
jadi terganggu. Indonesia misalnya. juga BI-7 Day Reverse Repo Rate kebijakan penangkal pandemi.
www.stabilitas.id Edisi No.184 / Tahun 2022 13

