Page 27 - Stabilitas Edisi 200 Tahun 2023
P. 27
website. Artinya, media sosial memegang pemberian disinsentif terhadap produk
peran penting dalam proses digitalisasi impor, serta insentif bagi produk lokal. Pemerintah telah
penjualan UMKM dengan urutan nomor “Jadi saya melihat, social commerce membuat definisi
dua terbanyak. merupakan sesuatu yang tidak dapat model bisnis
Huda menilai urutan tersebut dilarang sepenuhnya karena sejatinya Penyelenggara
merupakan tahapan UMKM bisa go interaksi di media sosial tidak dapat Perdagangan Melalui
digital. Dimulai dengan penggunaan diatur apakah mau jual beli atau interaksi Sistem Elektronik
instant messenger seperti Whatsapp lainnya,” lanjut Huda. seperti Lokapasar
dengan jangkauan terbatas, kemudian Huda mendorong pengaturan untuk dan Social-
pindah ke media sosial seperti Instagram, social commerce yang disamakan dengan Commerce, untuk
Facebook, atau TikTok, dan jika sudah e-commerce karena prinsipnya sama- mempermudah
lebih pengalaman, mulai masuk ke sama berjualan menggunakan internet.
marketplace atau e-commerce yang pada Pengenaan pajak dan sebagainya menjadi pembinaan dan
akhirnya bisa memiliki website pribadi. krusial diterapkan di social commerce. pengawasan.
“Jadi jika sosial media dilarang untuk Pada 2019, Huda sudah
berjualan, itu memutus satu langkah menyampaikan social commerce akan
UMKM bisa go digital dan sebuah lebih sulit diatur karena sifatnya
langkah mundur dari pemerintah,” ucap yang tidak mengikat ke perusahaan
Huda. aplikasi. Untuk itu, Huda menyarankan
Huda mengatakan, pemerintah pemerintah memasukkan detail
seharusnya mengatur social commerce pengaturan social commerce untuk
bisa setara dengan marketplace ataupun disetarakan dengan e-commerce, mulai
pedagang luring sehingga tercipta dari persyaratan administrasi hingga
level playing field yang setara. Selain perpajakan. “Online commerce juga harus
itu, proteksi produk lokal dengan melakukan tagging barang impor,” tutup
memperketat produk impor dan Huda..*
www.stabilitas.id Edisi 200 / 2023 / Th.XVIII 27