Page 278 - Menuju Penataan Ruang dan Pengelolaan Pertanahan yang Berkelanjutan dan Berkeadilan
P. 278

Sengketa Tumpang Tindih Penguasaan dan/atau Kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU)   269
                      Dengan Kawasan Hutan (KH) Studi di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara
                 Pasal 79:

             a.  Kekayaan negara berupa hasil hutan dan barang lainnya baik
                 berupa  temuan dan atau  rampasan dari  hasil  kejahatan atau
                 pelanggaran  sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  78  dilelang
                 untuk Negara.
             b.  Bagi pihak-pihak  yang  berjasa  dalam upaya penyelamatan
                 kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
                 insentif yang disisihkan dari hasil lelang yang dimaksud.
             c.  Ketentuan lebih lanjut  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (2)
                 diatur oleh Menteri
             Terhadap  pelanggaran  atas  Pasal-Pasal  tersebut  maka,  dikenakan
                 sanksi  Pidana  yang  dilakukan melalui  proses  tahapan
                 penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan putusan Pengadilan.

             G.  Kesimpulan Dan Saran
                 Penyebab terjadinya permasalahan tumpang tindih penguasaan
             KH dengan HGU adalah:

             1.   Perusahaan perkebunan  langsung  melakukan  pembukaan
                 lahan  dan  penanaman  padahal hanya memperoleh Izin
                 Lokasi,  sementara  persetujuan  prinsip  belum  terbit. Hal  ini
                 tentu  kesalahan dari  pihak  perusahaan dimana  belum ada
                 rekomendasi  dari  kehutanan namun langsung  mengerjakan
                 pembukaan lahan, padahal bisa jadi masuk wilayah kehutanan.
             2.  banyak daerah yang belum memiliki RTRWKK (Rencana Tata
                 Ruang Wilayah Kabupaten/Kota) yang telah dipadu serasikan
                 dengan Peta TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan). Sebenarnya
                 pada era orde baru telah diterapkan padu serasi antara TGHK
                 dengan Tata Ruang, namun pelaksanaan di daerah banyak yang
                 tidak mengacunya. Demikian juga dengan kebijakan satu peta
                 yang tengah digaungkan belum menyasar ke TGHK.
             3.  Tidak  dilibatkannya  BPKH untuk  memberikan pertimbangan
                 teknis dalam rangka penerbitan Izin Usaha Perkebunan.
             4.  Tidak  berperannya  Dinas Kehutanan  kabupaten  sebagai
                 pemangku kawasan hutan di wilayah kabupaten dalam proses
                 penerbitan Izin Lokasi Perkebunan.
   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282   283