Page 110 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 110
Berdasarkan pengalaman FS selama 2021-2022, peran
lebih FS tersebut tampaknya menjawab kebutuhan
karena Penataan Akses tidak dapat terlaksana dengan
pola kerja dan kultur birokrasi Pemerintah Daerah
(pengemban teknis GTRA), antara lain:
a. Alokasi waktu pendampingan di lapangan oleh
Perangkat Daerah/PD (dalam karya ini, istilah PD
dan OPD merujuk pada maksud yang sama) tidak
mungkin lebih dari 20 % karena fungsi lainnya;
b. Pengambilan keputusan secara cepat untuk
merespons kebutuhan masyarakat atau situasi
lapangan tidak dapat dilakukan;
c. Langkah kerja tergantung ada atau ketiadaan
anggaran, dan anggaran tergantung dari
pengambilan keputusan berkala menurut tahun
anggaran;
d. Kewenangan terbatas waktu dan aturan yang
mengikat nomenklatur, misalnya Subbidang
Peternakan dalam Dinas Pertanian tidak dapat
melayani peternakan non pangan; pendampingan
tidak dapat melampaui waktu tahun anggaran
tertentu.
e. Egosektoral menyebabkan kolaborasi antarOPD
menjadi mustahil terjadi;
f. Pendampingan teknis sebatas penyuluhan dan
bimbingan teknis yang bersifat insidental;
g. Secara kultural, jarak sosial antara OPD dan
masyarakat sudah terbiasa sangat jauh (OPD
memposisikan diri sebagai pejabat bukan pelayan
rakyat, dan masarakat memposisikan dirinya
sebagai pelayan bukan aktor utama dalam hidup
bernegara), sehingga daya gerak masyarakat
didorong oleh kepatuhan daripada kesadaran.
h. Pemahaman Pemerintah Daerah mengenai Reforma
Agraria juga sangat penting membentuk visi dan
BAB III 95
PENATAAN AKSES INKLUSIF