Page 113 - REFORMA AGRARIA INKLUSIF
P. 113
yang intens dapat dilakukan dengan media sosial dan
kunjungan berkala saat SRA. Upaya memperoleh data
yang sesuai kenyataan dan berdampak bagi intervensi
program masih pula dihambat oleh tradisi elitis dari FS
yang enggan melebur dengan SRA atau watak kebijakan
Penataan Akses yang memberi porsi sedikit pada kerja
lapangan (rapat koordinasi dianggap cukup mewakili
kerja pemberdayaan), misalnya hanya mengakrabi
tokoh-tokoh elit (kelompok mapan) yang dianggap
informan kunci karena dianggap mempunyai otoritas
mewakili suara orang banyak, daripada mengakrabi
sembarang warga atau tokoh-tokoh paling rentan yang
mewakili persoalan sesungguhnya.
Ketentuan bahwa FS (harus) dapat merekrut kembali
FS berprestasi yang pernah terlibat sesungguhnya
menjadi kewenangan Kantor daripada FS, karena sangat
dimungkinkan FS baru tidak mengenal FS lama dan FS
baru bukan agen penyalur tenaga kerja, melainkan agen
perubahan sosial. Menurut hemat kami, ketentuan ini
tidak masuk akal dan tidak berdasar.
Ketentuan bahwa FS harus mengikuti pelatihan dan rapat
baik daring maupun luring belum diimbangi dengan
penjadwalan yang baik, dalam arti undangan dari Kantor
sering mendadak dan bertabrakan dengan jadwal FS di
lapangan yang sangat sulit dijadwalkan kembali karena
menghargai waktu SRA. Undangan biasanya berselang
jam, semestinya paling cepat 3 hari sebelumnya karena
FS sering dimintai pelaporan perkembangan tugas atau
FS perlu menyusun persoalan secara sistematis yang
akan dikonsultasikan saat pelatihan.
Mengingat bahwa alokasi tenaga, waktu dan pikiran
FS terfokus di lapangan, ada baiknya kewajiban
kelengkapan adminisrasi termasuk penyusunan laporan
akhir dilakukan secara khusus oleh tenaga yang memang
ditempatkan di Kantor, sedangkan FS menyetor bahan.
98 REFORMA AGRARIAN INKLUSIF:
Praktik Penataan Akses Rumah Gender dan Disabilitas
di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul