Page 55 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 55

Ahmad Nashih Luthfi


               sentris. Meskipun demikian, pergeseran ini juga memunculkan
               kritik. Kritik tersebut mempertanyakan penafian realitas historis
               yang beragam dan manusiawi, sebagai implikasi pergeseran sudut
               pandang kolonial ke semata-mata sudut pandang rakyat Indone-
               sia.
                   Diskusi masalah hukum adat, sejarah, dan antropologi pada
               masa itu berada dalam isu besar masalah-masalah di pedesaan.
               Hal ini wajar, sebab sebagian besar masyarakat Indonesia saat itu
               hidup di pedesaan di mana perkembangan kota belum semasif
               seperti saat ini. Semua memikirkan bagaimana struktur sosial di
               desa diorientasikan menuju arah defeodalisasi dan dekolonisasi.
                   Sementara itu, pembicaraan masalah pedesaan tidak terle-
               pas dari diskursus agraria. Agraria bukan saja menyangkut tanah,
               namun apa yang ada di bawah dan di atasnya. Apa yang tumbuh
               di atasnya dapat berupa tanaman pertanian, perkebunan dan
               perhutanan, lengkap dengan bangunan sosialnya. Sedangkan
               materi di bawahnya adalah air dan berbagai bahan tambang dan
               mineralnya.
                   Definisi yang demikian luas terhadap agraria mengalami
               perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini terkait dengan
               bagaimana agraria dipersepsi dan kondisi ekonomi-politik macam
               apa yang menghelanya sehingga menghasilkan perubahan-pe-
               rubahan tafsir. Secara teoretis, diskusi tentang masalah ini sangat
               marak pada awal abad 20. Agraria disinonimkan dengan pertani-
               an, dan dalam melihat perkembangannya diletakkan dalam kon-
               teks pertumbuhan kapitalisme.
                   Pada tahun 1926-1928, misalnya, sebuah majalah berbahasa
               Belanda di Indonesia, Landbouw, memperdebatkan kontroversi te-
               ori Chayanov. Debat yang kemudian dikenal dengan “The Classic
               Agrarian Question/Debate” itu membahas dua persoalan dasar: di
               antara small farm dan large industrial farm, manakah yang lebih efi-
               sien? Ketika terjadi kapitalisasi dan moneterisasi pedesaan, apa
               yang terjadi di pedesaan, khususnya terkait nasib petani, apakah
               mereka tetap bertahan ataukah musnah (beralih menjadi buruh
               di perkotaan)? Debat ini berlangsung antara tahun 1895—1929


               2
   50   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60