Page 138 - Dinamika Pendaftaran Tanah Adat di Kampung Naga
P. 138

di wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Surat keputusan  tersebut menjadi
            dasar bagi Kampung Naga sebagai wilayah adat secara formal.
                Kebijakan  pendaftaran  tanah  yang diterapkan oleh  pemerintah
            mendapatkan  respon  yang beragam  dari  masyarakat  adat Kampung
            Naga.  Ada  kesadaran  akan  kepentingan  inventarisasi  tanah  oleh
            pemerintah, tetapi juga terdapat resistensi terhadap upaya modernisasi
            dan legalisasi tanah melalui sertipikasi. Masyarakat adat merasa bahwa
            sistem  tradisional mereka  sudah  cukup  untuk menjaga keberlanjutan
            pengelolaan tanah tanpa perlu campur tangan dari kebijakan modern.
            Namun,  semakin  mengikuti perkembangan zaman,  masyarakat  adat
            terutama Kuncen khawatir  akan keberadaan  Tanah Ulayat Kampung
            Naga.  Perjalanan  panjang  pendaftaran  Tanah Ulayat Kampung Naga
            membuahkan  hasil  yang  positif.  Terlebih  lagi  perjuangan  masyarakat
            adat mendapatkan  pengakuan hukum  atas keberadaan Kampung
            Naga sebagai Kampung Adat juga terealisasi melalui Keputusan Bupati
            yang menyatakan bahwa Kampung Naga seluas 13.950 m2 merupakan
            Lembaga  Adat  yang berada  di  Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
            Kabupaten  Tasikmalaya. Oleh karena itu,  pengusulan  pendaftaran
            Tanh  Ulayat  bisa diterima oleh  Kuncen  untuk direalisasikan dalam
            program Kementerian ATR/BPN. Walaupun pemberian hak atas Tanah
            Ulayat diberikan Hak Pengelolaan hal itu sudah menjadi bagian positif
            dalam  perlindungan hukum  terhadap keberadaan Kampung  Adat.
            Dalam pelaksanaan pendaftaran  tanah,  terdapat  berbagai  faktor  yang
            menghambat  pelaksanaannya,  seperti: (i)  ketidaktahuan; (ii) masalah
            keterjangkauan; (iii) belum pecah waris; (iv) menghindari pembayaran
            kepada  pemerintah; (iv) menganggap  sertipikat hak  atas  tanah  tidak
            penting; (v) SPPT PBB sama dengan sertipikat; (vi) proses yang panjang;
            dan (vii) rendahnya partisipasi masyarakat.

                Pelaksanaan kebijakan  pendaftaran  tanah menghadapi  berbagai
            tantangan, terutama karena adanya konflik antara nilai-nilai tradisional
            dan kebijakan modernisasi. Meskipun  pendaftaran  tanah bertujuan
            untuk memberikan kepastian hukum, seringkali terjadi ketegangan dan
            konflik karena perbedaan pandangan tentang hak kepemilikan tanah.






                                                                   BAB 07  119
                                                                   Penutup
   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142   143