Page 147 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 147
pembangunan hotel ini gagal karena dipengaruhi oleh: (a)
Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; serta (b)
ketikdakjelasan visi penguasa. Kedua aspek tersebut membuat
implementasi kebijakan moratorium tidak dapat secara efektif
sebagai bentuk pengendali pembangunan hotel.
Tidak adanya regulasi yang kuat (setara Undang-undang)
sebagai pembatasan kepemilikan di luar batas maksimal khususnya
di perkotaan menjadi penyebab banyaknya tanah-tanah perkotaan
justru dimiliki hanya oleh segelintir orang bermodal. Oleh karenanya
sebagai ujung tombak dalam penataan pemanfaatan dan penguasaan
ruang, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh Kementerian
Agraria dam Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional yakni dengan
mencantumkan batasan-batasan pemanfaatan tanah di dalam
Sertipikat bukti haknya sesuai dengan pola pemanfaatan ruang yang
terdapat di dalam peraturan RDTR dan Peraturan Zonasi, sehingga
pemilik tanah mengetahui dengan pasti batasan pemanfaatan
tanah yang boleh dan tidak boleh dilakukan sesuai dengan rencana
pembangunan yang sudah ada.
Pemberian izin perubahan pemanfaatan tanah tersebut juga
harus didasarkan pada berbagai perhitungan jangka panjang
yang dapat dipertanggungjawabkan bukan hanya berdasar pada
permintaan kelompok tertentu demi kepentingan ekonomi semata.
Selain itu perlu juga dibuatkan regulasi khusus yang setara dengan
undang-undang sebagai acuan dalam pengendalian penguasaan
tanah khususnya tanah non pertanian di perkotaan, agar tidak terjadi
penumpukan penguasaan dan pemilikan di tangan para pemilik modal
saja. Selain itu slogan “Jogja Ora Didol” harus senantiasa digaungkan
agar Pemerintah Kota Yogyakarta mulai sadar dan berbenah untuk
mewujudkan Kota Yogyakarta yang bersahaja, nyaman dan aman
bagi warga kotanya.
132 JOGJA-KU(DUNE ORA) DIDOL