Page 146 - Jogja-ku(dune Ora) didol: Manunggaling Penguasa dan Pengusaha Dalam Kebijakan Pembangunan Hotel di Yogyakarta
P. 146
Isu pembangunan hotel tersebut menjadi nafas perjuangan yang
menggerakkan slogan “Jogja Ora Didol”, suatu gerakan masyarakat
perkotaan yang berjuang untuk mencari keadilan atas hak-hak warga
perkotaan. Nyatanya slogan tersebut sukses dalam mencuri perhatian
warga Kota Yogyakarta, namun tak jarang juga slogan tersebut
hanya sebagai simbol perlawanan rakyat. Yang jelas, masyarakat Kota
Yogyakarta sudah mulai sadar akan pentingnya keadilan dalam tata
ruang dan tanah.
Temuan-temuan yang dapat digunakan untuk memperkuat
alasan untuk menghentikan pembangunan hotel yang semakin masif
yakni:
1) Mekanisme perizinan dalam pembangunan hotel, ternyata hanya
bersifat formalitas. Ini artinya bahwa perizinan tersebut tidak
memperhatikan aspek substansinya, sehingga masih banyak
didapati pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, baik yang sifatnya
sengaja maupun tidak disengaja;
2) Hilangnya hak-hak masyarakat Kota Yogyakarta untuk dapat
menikmati udara segar dan sinar matahari secara langsung, serta
terjadinya proses pergeseran penduduk perkotaan ke daerah
pinggiran Kota akibat perubahan penguasaan tanah;
3) Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dengan
dikeluarkannya Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 77 Tahun
2013, tentang pengendalian Pembangunan Hotel ternyata gagal
sebagai instrumen pengendali pembangunan hotel. Hal ini
setelah dianalisisdengan Model Implementasi Grindle, didapat
kesimpulan bahwa kebijakan moratorium tersebut telah gagal
untuk mencapai tujuannya. Hal ini dikarenakan dipengaruhi
oleh isi kebijakan yakni (a) manfaat; dan (b) derajat perubahan
yang diharapkan, tidak dapat mencapai tujuannya; sedangkan
dari lingkungan implementasinya kebijakan moratorium
Penutup 131