Page 21 - Seberkas Asa Di Ujung Kemoceng
P. 21
Walau PRT Aku Tak Ingin Cita-citaku
Hanya di Ujung Kemoceng.
Tiga tahun lalu, saat ujian nasional SMP telah selesai, aku bingung.
Apa mungkin aku bisa lanjutkan sekolah? Apa mungkin aku bisa
menggapai cita-citaku menjadi seorang dokter? Rasanya itu hanya
mimpiku. Mimpi anak seorang petani, mimpi seorang anak piatu.
Ayahku, Kusdira hanyalah seorang petani. Bagaimana mungkin ia
bisa membiayai sekolahku?
Hari kelulusan tiba, jantungku deg-degan. Apa kiranya yang akan
terjadi denganku. Saat membuka amplop kelulusan dan membaca
nama Oktaviana Kusdira dinyatakan lulus, aku melompat kegirangan.
Ayah,,, aku lulus SMP! Ayah, aku bisa jadi orang hebat.
Namun, kebahagiaan itu segera sirna tatkala bayangan kondisi
ekonomi keluarga melintas di benakku. Percuma aku lulus, aku tak
akan bisa melanjutkan sekolahku.
Sampai tibalah hari itu. Hari di mana aku mendapatkan jawaban atas
segala doaku selama ini. Hari itu, di saat aku sedang membersihkan
rumah, saudara Ayah datang mengunjungi. Aku ditanya saudara
yang berkunjung ke rumah, "Nana sudah kelas berapa? Cita-
citanya apa? Mau tidak melanjutkan sekolah?" Dengan polosnya
aku menjawab, "cita-citaku mau jadi dokter". "Kalau begitu, Nana
ikut aja ke Tangerang. Nana tinggal sama om dan tante biar Nana
bisa lanjutin sekolah."
Bagai mendapat durian runtuh, hatiku sangat senang. Aku bisa
melanjutkan sekolah, aku bisa sekolahhhhh,,,, "Oke deh, om dan
tante. Nana mau ke Tangerang, kerja sambil sekolah."
Singkat cerita, aku tiba di Tangerang di rumah saudara ayah. Bapak
dan ibu menepati janji mereka. Mereka mendaftarkanku ke SMA.
Aku pun akhirnya bisa sekolah lagi. Setiap hari aku membantu
11

