Page 27 - Seberkas Asa Di Ujung Kemoceng
P. 27
Ingin Seperti Teman-Teman
yang Sekolah
Menjadi pribadi yang penuh percaya diri bukanlah hal yang mudah.
Apalagi jika bisa tampil di depan umum, bisa berekspresi, dan bisa
berinteraksi dengan orang- orang hebat.
Dulu, aku sangat pemalu dan takut berhadapan dengan dunia luar.
Aku puas dengan duniaku sendiri. Namun sekarang aku sudah
berubah. Perubahan ini bukanlah terjadi secara instan tetapi
melalui suatu proses yang panjang.
Hai teman, aku Suci Rahmawati. Sehari-hari aku dipanggil Suci.
Aku dilahirkan sebagai anak ketiga dari empat bersaudara.
Keluargaku dulu pernah hidup berkecukupan karena ayah seorang
juragan angkutan kota (angkot). Namun sejak ayah sudah tidak
jadi juragan angkot, kehidupan ekonomi keluarga kami mulai surut.
Ayah tidak punya biaya untuk menyekolahkan kami. Kedua kakakku
harus menumpang hidup di rumah saudara agar bisa melanjutkan
sekolah selepas SD. Begitu juga aku.
Setelah tamat SD, aku dikirim ke rumah bibiku di daerah Bekasi
untuk menjaga keponakannya yang saat itu masih TK. Aku ngurusin
keponakan dari Senin – Jumat, sedangkan Sabtu dan Minggu
keponakanku diurus bibiku. Aku mendapat upah Rp. 60.000 sebu-
lan. Itulah awal aku bekerja sebagai pembantu. Saat itu aku baru
berusia 13 tahun. Rasanya sungguh sedih karena aku tak bisa
menghabiskan waktuku untuk bersekolah dan bermain bersama
teman-teman.
Dari rumah bibi, aku kemudian berpindah mengikuti kakak tiriku
di Padalarang. Di kota ini aku melanjutkan pendidikan di sebuah
Tsanawiyah (SMP). Kakakku baik, dia menyekolahkanku. Harapan
yang sempat terputus kini mekar lagi. Namun sayang, baru
setahun duduk di bangku SMP, terjadi perselisihan di dalam
keluarga sehingga aku terpaksa harus pulang ke rumah orang tua.
Sekolahkupun terhenti saat kenaikan kelas dua.
17

